Maluku,CakraNEWS.ID- Pemusnahan minuman keras (MIRAS) tradisional asal Maluku jenis Sopi, yang dilakukan oleh Polres Maluku Barat Daya bersama jajaran TNI, Bupati dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FORKOMPIMDA) MBD, pada puncak upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Polri ke-73, pada Rabu (10/7/2019), menuai krititikan dan prostes dari berbagai kalangan masyarakat.
Pasalnya pemusnahan bukti ratusan liter Miras tradisional jenis sopi yang dilakukan oleh TNI/Polri, bersama Pemda dan Forkompimda pada peringatan HUT Polri ke-73 di Kabupaten yang berjuluk Kalwedo tersebut, dianggap merupakan tindakan pembunuhan karekteristik Adat Istiadat dan budaya para Leluhur.
Selain dinilai sebagai pembunuhan karakteristik nilai-nilai adat-istiadat dan budaya para Leluluhur, pemusnahan ratusan liter Miras jenis sopi tersebut juga sangat berdampak pada psikologi petani Sopi yang ada di Kabupaten MBD, yang menjadikan sopi sebagai salah satu inkam penambah keungan keluarga.
Menyikapi kritikan masyarakat mengenai pemusnahan Miras jenis sopi di Kabupaten MBD tersebut, Politisi muda asal MBD, Odie Orno, kepada tim media online Cakra Media Group (CakraNEWS.ID & KabarTerkini.NEWS), melalui telephone selulernya Kamis (11/7/2019) mengatakan, pada prinsipnya miras jenis sopi yang dimusnahkan di Kabupaten MBD merupakan minuman tradisional yang mengandung makna filosifi kebudayaan yang begitu tinggi dalam tradisi adat-istiadat dan budaya di kehidupan masyarakat MBD.
“Ibu kandung kami yang melahirkan kami anak-anak kalwedo dan sudah sepantasnya kami wajib untuk menjaga dan melidunginya bukan memhabisinya di dalam tanah ibu kandung kami sendiri. Sopi ini tidak boleh disamakan dengan minuman-minuman keras lainnya. Makna filosofis dalam sopi ini terlalu besar dan sulit saya ungkapkan dengan kata-kata,” tutur Odie.
Baca Juga: Bumi “Kalwedo” MBD, Minuman Leluhur “Sopi” Dimusnahkan Di Negeri Sendiri
Ia menuturkan, perihal sopi, ia teringat bahasa para petua di MBD.
“Istilah sopi adalah LIRMARNA; yang terdiri dari dua kata yakni ‘Lir’ yang bararti ‘suara’, dan ‘Marna’ yang artinya ‘besar/mulia’. Jadi ‘lirmarna’ atau sopi berarti ‘Suara Yang Besar, Suara Yang Mulia,” Tegasnya.
Dalam kaitan ini, lanjut Odie, sopi tidak boleh dipahami lepas dari pengungkapan slogan kalwedo. Kita dibantu dengan melihat pada praktek ritus dalam komunitas MBD, di mana sebelum meminum sopi, seseorang mesti mengangkat sloki sambil berseru: ‘kalwedo’.
Dalam prakteknya, cara itu digunakan pula dalam memulai sebuah musyawarah keluarga atau musyawarah adat.
“Waktu kecil dulu, saya sering menyaksikan fakta fakta Sopi sebagai minuman pemersatu. Jika terjadi sebuah perselisihan dan jejak pendapat yang berpotensi rusuh, langsung diedarkan sopi dan setelah itu, perselisihan jejak pendapat itu dapat diselesaikan secara kekeluargaan,” Akuinya.
Sopi menurutnya menjadi material atau simbol budaya yang menyatu dengan penggunaan slogan kalwedo. Slogan itu menjadi tanda dan sopi merupakan designatum dari tanda itu.
“Sebab itu jika sopi dipahami dalam istilah ‘lirmarna’, maka penggunaan sopi di sini terjadi secara proporsional dan untuk tujuan yang baik, yakni menyelesaikan masalah dan membangun harmoni baru. Sopi menjadi designatum dari suatu situasi yang tertib dan bukan instabilitas dan disorder,” Pungkasnya
Memahami Pernyataan Gubernur
Perihal pernyataan Gubernur Maluku, Irjen Pol. (Purn) Murad Ismail, tentang larangan pelegalan sopi, Odie Orno mengakui sangat memahami kondisi provinsi saat ini.
Odie memandang pernyataan orang nomor satu di Maluku itu berkaitan dengan relativisme budaya.
Baca Juga: Wagub Maluku Barnabas Orno, Angkat Bicara Bantah Pernyataan “ Sopi Dilegalkan”
“Maksudnya adalah tentang prinsip bahwa kepercayaan dan aktivitas setiap orang harus dipahami menurut budaya orang itu sendiri. Dan pak Gubernur tidak dibesarkan dalam lingkungan dan budaya sopi seperti orang Kalwedo,” Ungkapnya.
Lanjut Odie, ini menjadi pekerjaan rumah para wakil rakyat, pejabat daerah di MBD untuk memberikan pemahaman kepada pemerintah provinsi agar sama-sama bisa dicarikan solusinya.
Apalagi, Sopi oleh rata rata masyarakat MBD dijadikan mata pencaharian. Produk ini menjadi sumber daya ekonomi (bahkan satu-satunya) yang mampu menghidupi keluarga.
“Ada pomeo: dari sopi lahir Jenderal, dari sopi lahir Guru, Dosen dan dari sopi lahir pula Pendeta,” ungkapnya.
Dirinya berharap, pekerjaan rumah para Wakil Rakyat serta para pejabat setingkat Bupati dapat terselesaikan.
“Jika Perda lama dibuat., kita dorong Perbup. Agar masyarakat bisa secepatnya lepas dari jeratan keresahan saat ini,” ungkapnya.
Tanggapan Terhadap Keterlibatan Bupati MBD Dalam Pemusnahan Sopi
Geger seantero Maluku, Bupati MBD, Benyamin Noach juga ikut dalam barisan pemusnahan minuman khas tradisonal daerah yang dipimpinanya.
Kepada media ini ketika dimintai tanggapan soal keikut sertaan Bupati memusnahkan Sopi, Odie enggan berkomentar panjang lebar.
Dirinya juga tidak serta merta menyalahkan Bupati.
Dirinya memberikan ilustrasi menyikapi kejadian pada perayaan HUT Bhayangkara ke-73 tersebut.
“Jika saya menjadi Bupati dan kemudian diminta bersama memusnahkan sopi, maka saya akan meminta ijin dari seluruh jajaran Polres serta Forkopimda MBD seraya menyampaikan permohonan maaf. Bahwa saya turut mendukung namun enggan terlibat langsung. Hal ini untuk tidak mencederai hati masyarakat saya. Secara total kita sama sama perangi kriminal. Namun soal pemusnahan sopi, saya tidak terlibat langsung,” Pungkasnya. (CNI-01)