Ambon, CakraNEWS.ID – Salah satu tujuan pelaksanaan pemekaran suatu wilayah menjadi kabupaten, adalah agar masyarakat menjadi lebih terlayani serta memberdayakan putra-putri daerah setempat. Pemberdayaan ini adalah melibatkan mereka di berbagai aspek program kerja untuk membangun daerahnya.
Di Provinsi Maluku, dari 11 kabupaten/kota yakni Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) dan Seram Bagian Timur (SBT) telah mekar menjadi Daerah Otonom Baru (DOB). Dengan adanya pemekaran tersebut, kedua wilayah ini pun lepas dari Pemerintahan Kabupaten Maluku Tengah.
Dan sejauh ini, meski telah mekar selama 18 tahun, pembangunan infrastruktur, telekomunikasi, transportasi, pendidikan, kesehatan, perekonomian termasuk pengembangan sumber daya manusia dan tata kelola birokrasi pemerintahan belum berkembang secara optimal.
Atas dasar itulah, Syarikat Islam (SI) Wilayah Provinsi Maluku menyelenggarakan Dialog tentang Evaluasi 18 Tahun Pemekaran Kabupaten SBT dan SBB, bertema “Antara Impian dan Kenyataan di Caffe Philosofia, Jumat malam, (07/01/2022).
Dialog ini menghadirkan Ketua Syarikat Islam (SI) Maluku Husen Rumain, Pengamat Pembangunan M. Noer Payapo, Pakar Hukum Tata Negara Nasaruddin Umar dan Aktivis Perempuan N. Ningsih. B Silehu.
Ketua Syarikat Islam (SI) Maluku Husen Rumain di kesempatan ini menerangkan, kedua kabupaten ini tentunya telah melalui begitu banyak proses pembangunan di daerahnya dan pembangunan tersebut tidaklah gratis alias memburu biaya besar. Di sisi lain, banyak tokoh pemekaran telah tutup usia. Lantas, apa yang telah generasi sekarang perbuatan untuk pembangunan daerah?
“18 tahun kita menjadi kabupaten, pernah kah kita evaluasi tentang capaian terakhir kabupaten kita? Tidak pernah, karena menganggap kita yang terbaik, dan kita tidak punya parameter yang cukup,” terang Rumain.
Menurutnya, target capaian pada sebuah kabupaten haruslah terukur. Salah satu capaian tersebut adalah pemerataan sumber daya manusia sesuai spesifikasi keahlian. Bukan sebaliknya, malah diukur melalui kerabat, keluarga, teman atau unsur suka tidak suka. Dan opsi kedua inilah yang menyebabkan terjadinya kendala pada proses pembangunan daerah.
“Bagaimana daerah ini maju, bila birokrasi pemerintahannya hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu. Ini yang menjadi masalah sebuah kabupaten tidak maju (Berkembang). Misalnya Ibu Kota Kabupaten yakni Kota Piru. Masih banyak Sapi dan kotorannya. Apakah ini yang dinamakan maju,” tutur Rumain.
Di tempat yang sama, Pakar Hukum Tata Negara Nasaruddin Umar mengatakan, jangan menyalahkan atau melibatkan pemerintah pusat perihal maju tidaknya sebuah kabupaten. Pemerintah daerah harus melakukan evaluasi terhadap seluruh OPD tentang capaian program kerja secara rutin melalui agenda rapat bersama mitra kerja. Dengan begitu, perkembangan kabupaten bisa diketahui secara valid.
Apalagi saat ini, dengan adanya anggaran Dana Desa (DD) yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah (Desa) tiap tahunnya, dapat memudahkan Pemda untuk membangun daerahnya.
“Jumlah APBD kita di Maluku baru Rp. 1 triliun lebih. Beda dengan daerah lain. Untuk itu, DD harus dimanfaatkan secara baik oleh pemerintah daerah dan pemerintah desa untuk membangun pembangunan desa yang terukur,” katanya.
Sementara itu, Pengamat Pembangunan M. Noer Payapo menambahkan Kabupaten SBB menginginkan adanya komitmen dari seluruh kalangan di kedua kabupaten tentang cita-cita para tokoh pemekaran. Mengingat, sejak dimekarkan pada 18 Desember 2003 silam, masyarakat SBB dan SBT telah memiliki APBD sendiri.
“Sering yang menjadi problem, ketika pergantian satu rezim akan berantas sistem dari rezim sebelumnya demi kepentingan politik. Ini yang berseberangan dengan apa yang dicita-citakan para pejuang pemekaran terdahulu yang kebanyakan sudah meninggal dunia. Untuk itu, sebagai generasi muda harus melanjutkan perjuangan itu dengan memberikan yang terbaik membangun daerah ke depan,” tuturnya.
“Sebagai warga SBB, kami berharap ada pembangunan yang ideal demi kesejahteraan rakyat yang dirancang secara terstruktur dan sistematis. Jika ini dilakukan dengan baik maka sudah pasti menyentuh kebutuhan ril di masyarakat,” di tutup Payapo.
Sedangkan Aktivis Perempuan N. Ningsih. B Silehu, mengajak perempuan-perempuan di SBB dan SBT berpikir maju. Jika hanya berfikir iinstan maka daerah tidak akan berkembang. Maka perlu adanya penyiapan SDM yang baik.
“Wajib bagi anak muda untuk melakukan satu perubahan yang manfaatnya dapat dirasakan masyarakat. Jangan terlalu berfikir instan, harus ada upaya. Salah satunya membangun lapangan kerja. Untuk wanita juga demikian. Kita harus bersaing dengan pria dari segi manapun, apalagi di bidang politik,” ajak Ningsi.*** CNI-05