Ambon, CakraNEWS.ID—DUGAAN pencatutan salah satu produk Industri Kecil Menengah (IKM) Minyak Harum Maluku 52 tanpa Ijin yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) terus bergulir.
Dijadwalkan tanggal 24 Agustus 2020 mendatang, sidang perkara penyalahgunaan merek tersebut digelar di Makasar.
Kuasa IKM Hukum Harum Maluku 52, Marthen Fordatkosu kepada wartawan mengakui hal tersebut.
Dikatakan, gelaran dugaan kasus pencatutan merek dagang tersebut harus disidangkan di Makasar. Karena di provinsi Maluku belum ada peradilan niaga.
“Kami dan kline Kami tentu sudah siap untuk itu,” akuinya.
Ditegaskan, selain delik perdata niaga, dugaan pencatutan tersebut juga masuk delik pidana.
“Berkaitan dengan pencatutan Produk Minyak Harum Maluku 52 yang diikut sertakan oleh pemkab SBB dalam Lomba Inovasi Daerah di Kementerian Dalam Negeri Tahun 2020 kemarin. Bagi kami ada pelanggaran hak cipta disitu dan juga ada pelanggaran merek, karena itu benar-benar adalah produk dari klien kami yaitu bapak Dominggus pemilik Minyak Harum Maluku 52,” tutur Marthen Fordatkosu.
Perihal pidana yang dimaksud, Marthen enggan banyak bicara. Pihaknya dari kantor Law Office Legal Consultant Boyke mempercayakan sungguh proses hokum tersebut ke Polres setempat.
“Untuk pidana sudah kita laporkan ke Polres Seram Bagian Barat. Kline kami sudah dimintai keterangan bulan lalu. Kami percaya Polres SBB dapat mengusut tuntas masalah tersebut. Saat ini masih dalam tahap penyelidikan,” akuinya.
Lanjut dijelaskan, karna ini berkaitan dengan Hak Cipta maka kasus tersebut sangat spesifik. Tidak tangung-tangung tuntutan kerugian terkait dengan dugaan Hak Cipta sebesar 2 Milyar Rupiah sebagaimana Pasal 100 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geogragis.
“Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah),” pungkasnya.*** CNI-02