Ambon, CakraNEWS.ID– Peresmian pasar baru Mardika Ambon oleh Irjen. Pol (Purn) Murad Ismail (MI) pada 18 April 2024 lalu menyisakan masalah yang cukup serius.
Hal ini karena berkaitan dengan urusan teknis para pedagang. Akibatnya, pasar megah dengan nilai ratusan Miliard itu sepi.
Gedung baru pasar Mardika dibangun pada 30 Desember 2021 dan rampung pembangunan pada 22 Juli 2023, dengan konstruksi 4 lantai yang menggunakan Anggaran Kementerian Umum dan Perumahan Rakyat senilai Rp. 134.863.524.850 (Seratus Tiga Puluh Empat Miliard Delapan Ratus Enam Puluh Tiga Juta Lima Ratus Dupuluh Empat Ribu Delapan Ratus Lima Puluh Rupiah) dan menampung sekitar 1.700 pedagang.
Media ini melakukan penelusuran ke Pasar Baru Mardika sejak Sabtu 22 Juni hingga 24 Juni mejumpai sejumlah relitas yang mengiris. Puluhan lapak kosong , begitupun kios.
Salah satu pedagang yang enggan dituliskan namanya mengakui kekosongan itu terjadi karena porsi dan nilai pajak yang tidak masuk akal.
“Mahal baru kecil saja bos,” singkat dia menghindari pertnyaan susulan.
Namun dia sempat meminta untuk dilanjutkan aspirasinya kepada pemerintah. Kiranya dapat memberikan atensi serius perihal realitas di pasar baru Mardika.
“Bos jang tulis beta nama lai. Intinya, beta pedagang sama dengan yang lain. Katong sebagaian seng dapa tampa, kalau dapa pun kacil baru mahal.”
“Bilang pemerintah ator akang bae bae dolo baru resmi. Kalau bagini kan lia sunyi model ini,” ungkap dia dengan dialeg khas Ambon.
Terpisah, Ketua Asosiasi Pedagang Mardika (APMA) kota Ambon dimintai tanggapan perihal tersebut, mengakui telah mengetahui sejak awal.
Dia bahkan mengaku, pedagang makin merdang dengan harga lapak Pasar mardika Baru, ditambah masih banyak yang belum memiliki tempat.
Alham menegaskan, persoalan pedagang yang berjualan di badan jalan, itu murni keterpaksaan akibat dari tidak memiliki tempat.
“Pemerintah segera duduk bersama dengan seluruh pihak terkait untuk membicarakan persoalan pasar yang kian hari semakin rumit. Penggusuran dan penertiban tidak akan pernah efektif karna sebagian besar mereka tidak punya tempat di gedung baru,” tegas Alham mengusulkan.
Diakui, penertiban dengan model apapun tetap pedagang kembali lagi menempati tempatnya masing-masing. Karena disitu satu-satunya tempat setelah pembagian dan mereka tidak dapat. Selain itu, propesi dan keahlian para pedagang hanya bisa berjualan untuk menyambung hidup.
“Iini hanya meninggalkan luka dan trauma bagi pedagang serata menimbulkan ketidak stabilan ekonomi pasar yang akan berimbas keseluruh pelaku UMKM, sopir, ojek, buruh pikul dan distributor.
“Pemerintah harus hati hati dan lebih bijak memberikan soulusi, yang lebih manusiawi, berkeadilan bila duduk bersama mencari jalan terbaik,” beber Alham.
Alham menyatakan, posisi kebanyakan pedagang saat ini dilematis pasca covid19 tahun lalu. Pasalanya, massa pandemic, banyak pedagang terpakasa harus kredit di bank,koperasi dan rentenir untuk menambah modal akibat kontraksi hebat dampak covid19 yang berlangsung beberapa bulan dan berdampak masif sampai saat ini.
Perlawanan pedagang saat ini sudah barang tentu berkaitan dengan sejumlah persoalan yang ada.
“Mereka pada dasarnya mencari kesejahteraan tapi hanya sekedar bertahan hidup dengan berbagai beban kredit yg semakin memberatkan mereka. Ini preseden buruk perekonomian kota Ambon. Kedepan kalau tidak segera diatasi, maka akan sangat berdampak,” jelas Alham.
Alham lantas menambahkan, seharusnya pemerintah dan DPRD memanggil pihak bank untuk merestrukturisasi ulang kredit-kredit pedagang dan memberikan stimulus bagi mereka untuk mempercepat pemulihan ekonomi pasar. Bukan justru mematikan pedagang seperti sekarang.
“Pedagang itu ujung tombak penggerak ekonomi. Tanpa kita sadari dengan melakukan penggusuran ribuan pedagang sama halnya kita semua sedang bunuh diri sendiri karna jantung ekonomi kita sedang kita rusak sendiri dan kita akan sakit semua,” pungkas.*** CNI-04