Ambon, CakraNEWS.ID- WARGA di kecamatan Siwalalat kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) melalui Kaimudin Laitupa Pemuda Petuanan wilayah setempat yang juga Direktur Komite Pemuda Anti Korupsi (KPAK) mendesak pihak BPJN agar secepat proses lelang ulang dua pekerjaan proyek jembatan Wai Pulu dan Wai Tunsa.
Kepada wartawan, Senin (31/05) di Ambon, Laitupa menegaskan, desakan pihaknya bukan tanpa alasan.
“Proyek tersebut sudah jalan mangkrak lebih dari setahun. Kiranya untuk cepat dilakukan tender ulang agar progresnya bisa tampak. Kasihan kami warga yang terputus aksesnya karena tidak ada infrastruktur jembatan” paparnya.
Dijelaskan,dua jembatan itu merupakan penghubung antara dua kabupaten Maluku Tengah dan kabupaten Seram Bagian Timur.
“Olehnya itu secepatnya diproses lelang,sebab warga masyarakat dua kabupaten ini sangat resah jika musim hujan tiba (musim timur). Kedua sungai ini jika musim hujan tiba aktifitas warga masyarakat seperti;jualan ikan,sayur-sayuran dan silaturahmi antar warga terputus alias lumpuh total,” jelasnya.
Laitupa tegas meminta BPJN XVI Ambon (Maluku & Malut) secepat melakukan proses lelang karena dua jembatan itu masuk dalam status jalan Nasional.
“Pihak BPJN harus serius dan komitmen dalam menyelesaikan dua jembatan Wai Pulu Dan Wai Tunsa. Ini karena dua jembatan ini suda hampir satu tahun mangkrak. Kami warga masyarakat dua kabupaten ini tidak tau menau tentang proses pelelangan yang diberitakan media akhir-akhir ini bahwa dua pekerjaan ini bermasalah dalam tender. Kami warga masyarakat dua kabupaten ini harapan penuh bahwa harus cepat dikerjakan,” tegasnya lagi.
Nasib Warga
Pengaruh dari lambannya pengerjaan jembatan penghubung itu membawa dampak negative terhadap kehidupan warga.
Efeknya pada sisi ekonomi warga. Dimana akses yang sulit membuat putaran ekonomi di wilayah perbatasan semakin mencekik. Efek lainny pada kehidupan social kemasyarakatan.
Pengemudi angkutan umum/sopir-sopir angkut lintas Masohi-Werinama dan Siwalalat resah dan mengeluh karena luapan air cukup deras.
Kadang kala kalau sopir Masohi siwalalat-werinama kalau melintasi atau antar penumpang ke Werinama dan Siwalalat kadang kala mereka bermalam di desa Lahakaba karena luapan air Wai Pulu.
“Jika kejadian meluapnya air hingga satu minggu, maka tentu sopir dan mobilnya harus nginap selama itu. Karena sudah tidak ada akses lagi,” ungkap Laituppa menjelaskan kondisi disana.
Hal ini juga kalau penumpang dari Werinama mau ke Masohi. Sopir rea menitipkan mobilnya di kawasan kali Wai Tunsa dan kali bobot dan penumpang naik katinting/lombok sampai ke desa Lahakaba.
“Kondisi ini menyayat hati kami, miris sekali. dengan kondisi dua sungai ini Wai Pulu dan Wai Tunsa. Apa perlu kita ajak petinggi di BPJN bahkan Gubernur Maluku untuk rasakan apa yang dirasakan dulu baru dikerjakan atau bagaimana?.”
“Kami minta BPJN Maluku jangan tutup mata,” pungkasnya. (CNI-02)