Jakarta,CakraNEWS.ID- Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dalam surat edaran, meminta penyidik Polri dalam menerima laporan harus dapat dengan tegas membedakan, kritik, masukan, hoax dan pencemaran nama baik yang dapat di pidana.
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol.Argo Yuwono dalam keterangannya kepada wartawan, pada Selasa (23/2/2020) mengatakan, terkait dengan penanganan kasus Undang-Undang ITE,Polri mengedepankan edukasi, dan persuasif.
“Dalam surat edaran Kapolri terkait laporan, diharuskan yang melapor langsung adalah korban tidak diwakilkan. Hukum pidana yang dilakukan dan diproses adalah upaya-upaya terakhir yang dilakukan Polri. Berbeda dengan perkara yang berpotensi memecah belah, misalnya isu sarah, radikalisme dan separatisme,”ungkap Argo.
Argo menuturkan, di point I, pada surat edaran Kapolri, bila ada korban yang ingin perkara diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf, terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan. Dan sebelum berkas di ajukan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU), penyidik Polri memberikan ruang untuk mediasi korban dan tersangka.
Menanggapi surat edaran Kapolri tersebut, Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS) menyatakan, mendukung penuh terhadap surat edaran yang di keluarkan oleh Kapolri, Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
“ Kompolnas melihat, surat edaran Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, sesuai dengan arahan Presiden RI, dan telah dilaksanakan dengan baik oleh Polri,”ucap juru bicara Kompolnas, Poengky Indarti, saat memberikan keterangan dalam siaran radio senora pada Selasa (23/2/2021).
Poengky menuturkan, Kompolnas melihat surat edaran Kapolri merupakan bagian dari upaya pendidikan untuk mengubah mainset berpikir, baik itu penyidik Polri maupun masyarakat dan publik, artinya kesadaran berdemokrasi.
“Bagi penyidik Polri tidak hanya mainset berpikir hanya sebatas penegakan hukum (Gakum), namun harus dipahami bahwa Polri tugas utamanya adalah menegakan Harkamtibmas, yaitu melayani, melindungi, mengayomi masyarakat dan penegakan hukum,”Ujarnya.
Menurut Poengky, penegakan hukum yang terakhir bagi Polri merupakan Ulmimum Remedium. Olehnya itu tidak perlu Polri bila menerima laporan-laporan dari masyarakat semuanya di proses, dinaikan ke penyelidikan,diserahkan ke Jaksa dan dinaikan ke pengadilan. Dan yang lebih di dahulukan adalah tindakan preemtive dan preventif.
“Dalam surat edaran Kapolri tersebut menyatakan Polri perlu melakukan edukasi kepada masyarakat, melalui virtual police, dan virtual aler. Virtual police, Polri harus memberikan edukasi kepada masyarakat. Dan pada masa reformasi ada kebebasan untuk ber-ekspresi dan perkembangan teknologi informasi yang tinggi sehingga mampu menjadikan demokrasi menjadi lebih baik,”kata Indarti.
Poengky mengatakan, untuk meningkatkan eforia kebebasan yang mengarah kepada hal-hal yang buruk perlu ada koridor-koridor hukum dari Polri. Dan tentunya polri harus mengedukasi dan masyarakat, sehingga jangan sampai adanya kebebasan ber-ekspresi dan ditunjang dengan adanya media sosial dan kemajuan teknologi sehingga tidak bisa membedakan mana kritik, informasi yang membangun, hoax dan berita bohong.
“Setelah adanya tindakan preemtive dan preventive, Polri juga harus mengupayakan agar semua laporan-laporan dari masyarakat, di lihat secara selektif-selektif, dan mana yang bisa di selesaikan melalui mediasi atau restosasi justice. Karena seiring dengan demokrasi Indonesia,laporan-laporan kesadaran hukum masyarakat, bisa melaporkan ke Polisi. Karena itu hal ini harus ada jaring-jaring pengaman terkait dengan laporan hukum dari masyarakat ke Polisi,”Ucapnya.
Menurutnya, mediasi dan restorasi justice di upayakan oleh Polisi, bila kedua belah pihak bersepakat untuk berdamai tentunya perkara tidak akan dilanjutkan dan prosesnya di hentikan.
“Dengan adanya virtual aler dan virtual police,tentunya dapat memberitahu masyarakat terkait dengan postingan-postingan yang berbahaya dan bisa terjaring undang-undang ITE. Sehingga masyarakat bisa mengubah posting-postingan di media sosial yang tidak mengarah kepada ujaran kebencian,”Ujarnya
Poengky mengatakan, surat edaran Kapolri, merupakan satu langkah maju Polri, dan penguatan bagi penyidik Polri, sehingga tidak bimbang dalam menangani kasus-kasus pelanggaran undang-undang ITE.
“Kompolnas berharap dengan adanya surat edaran dari Kapolri, tentunya menjadi pembelajaran baik sebagai penyidik Polri maupun masyarakat dan element publik, dalam mewujudkan harkamtibmas, preventive, preemtive dan penegakan hukum. Sehingga masyarakat dalam belajar berdemokrasi dalam mengeluarkan pendapat yang membangun bukan menghancurkan,” Pungkasnya. (CNI-01)