LINGKUNGAN kita sekarang masuk pada kondisi krisis dan rusak di mana-mana. Krisis lingkungan adalah refleksi paling nyata dari krisis spiritual yang diderita umat manusia. Tidak hanya krisis lingkungan fisik, seperti krisis air, tanah, udara dan iklim tetapi juga krisis lingkungan biologis dan krisis lingkungan sosial.
Oleh : Hakis
Dosen Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) pada Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon | Email: hakisusman@iainambon.ac.id.
BERBICARA tentang krisis lingkungan, sesungguhnya tidak bisa lepas dari pengelolaan lingkungan oleh manusia. Meningkatnyan krisis lingkungan saat sekarang ini, telah menjadi sentral isu dunia. Dampak kerusakan lingkungan telah lama dirasakan penduduk di berbagai belahan dunia, tidak hanya negara-negara maju, negara berkembang bahkan negara miskin pun ikut merasakan krisis ekologi tersebut.
Adanya ancaman akan datang bahaya dan bencana yang sewaktu-waktu bisa meluluhlentahkan peradaban manusia yang sulit dibendung oleh keserakahan manusia. Hal itu terjadi akibat kerusakan lingkungan, eksploitasi alam yang melampoi batas, serta penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan, ditambah lagi dengan faktor alam itu sendiri yang selalu dieksploitasi.
Manusia dengan alam merupakan simbiosis mutualisme yang tak dapat dipisahkan. Hamparan bumi dan semua yang ada di dalamnya diciptakan Allah untuk kebutuhan manusia dan manusia harus mempunyai etika pada lingkungan. Etika lingkungan dipahami sebagai ilmu yang membahas tentang nilai, norma dan kaedah moral yang mengatur perilaku manusia yang berkaitan dengan alam dan prinsip moral yang menjiwai perilaku manusia hubungannya dengan alam tersebut.
Menurut Albert Schweitzer, keselahan pemikiran manusia selama ini menganggap bahwa etika hanya sebatas manusia dengan manusia saja tanpa ada etika dengan makhluk yang lain termasuk alam. Dalam perspektif etika lingkungan (etics of environment), komponen paling penting hubungan antara manusia dan lingkungan adalah pengawasan manusia.
Pembahasan lebih lanjut tentang etika lingkungan hidup tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam, akan tetapi juga tentang relasi antar semua kehidupan di alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang berdampak pada alam serta manusia dengan makluk lainnya termasuk berbagai macam kebijakan seperti politik dan ekonomi yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap alam.
Etika lingkungan menawarkan paradigma baru sekaligus perilaku baru terhadap lingkungan atau alam, yang bisa dianggap sebagai solusi mengatasi krisis ekologi.
Beberapa teori etika lingkungan yang sangat urgen dibahas yang merupakan perkembangan pemikiran di bidang etika lingkungan, yaitu: Antroposentrisme (Shallow Enviromental Ethic), Biosentrisme (intermediate Envirimental Ethic), dan Ekosentrisme (Deep Enviromental Ethic). Ketiga teori tersebut mempunyai cara pandang yang berbeda tentang manusia, alam dan hubungannya manusia dengan alam.
Aristoteles dalam bukunya The Politics, menyebutkan “tumbuhan disiapkan untuk kepentingan binatang, dan binatang disediakan untuk kepentingan manusia. Namun peringatan Allah dalam Alqur’an bahwa telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) QS. Ar Rum:41.
Ada dua hal yang dengan cepat membuat ketidakseimbangan lingkungan alam yaitu perkembangan teknologi dan ledakan penduduk. Menurut A. Qadir Gassing dalam bukunya Etika Lingkungan Dalam Islam, menambahkan bahwa penyebab terjadinya krisis lingkungan antara lain: Jumlah penduduk yang semakin banyak, teknologi yang cenderung merusak dan pola komsumsi yang boros energi, di samping itu penyebab lain adalah pandangan manusia dan pola pendekatan dalam pengelolaaa lingkungan tidak bersahabat.
Menurut pakar lingkungan hidup yang lain terjadinya kerusakan alam antara lain; Kerusakan alam itu sendiri seperti gempa bumi, pertumbuhan penduduk, pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, perkembangan teknologi, motif ekonomi, tata nilai, pengelolaan sampah, bahan berbahaya dan beracun.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat disebutkan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemak-muran rakyat, sedangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara diamanatkan bahwa dalam melaksanakan melaksanakan pembangunan sumber daya alam harus diusahakan agar tidak merusak lingkungan dengan memperhatikan keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam oleh generasi yang akan datang.
Dari dua landasan tersebut tersirat bahwa sesungguhnya kekayaan lingkungan di bumi Indonesia dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Sumber daya alam adalah segala sumber persediaan yang secara potensial dapat dimanfaatkan atau didayagunakan. Istilah ini dapat pula diartikan sebagai suatu masukan dalam suatu proses produksi sehingga menghasilkan produk lain yang lebih tinggi nilai manfaatnya. Sumberdaya alam yang berada dipermukaan bumi secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
- (1) Sumber daya yang tidak dapat diperbarui (nan renewable resoarse) adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbaiki atau diperbanyak, atau dengan kata lain sumber daya alam tersebut hanya dapat dipakai sekali saja. Contohnya adalah lahan tambang, minyakbumi, dan fosil.
- (2) Sumber daya yang dapat diperbarui (renewable resources) adalah sumber daya alam yang dapat diperbaiki atau diperbanyak, sehingga apabila sumber daya alam tersebut dai ambil atau dimanfaatkan masih dapat diperbarui, sehingga masih dapat dimanfaatkan kembali. Contohnya adalah tanah, tumbuhan, dan air.
- (3) Sumber daya alam yang kontinyu (continuous resources) adalah sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan secara terus menerus dan ridak akan pernah habis, Contoh sumber daya alam kelompok ini adalah energi matahari dan tenaga angin. Di antara ketiga sumber daya alam tersebut, yang perlu menjadi perhatian serius adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui dan sumber daya alam yang dapat diperbarui. Hal ini dikarenakan sumber daya alam tersebut jumlahnya terbatas, sehingga apabila mengalami kerusakan yang serius maka dapat menimbulkan keridakseimbangan ekosistem
Menurut Ali Yafie masalah lingkungan dalam ilmu fiqih masuk dalam bab jinayat (pidana) sehingga jika ada orang yang melakukan pengrusakan terhadap lingkungan dapat dikenakan sangsi atau hukuman.
Pada Hukum positif di Indonesia terhadap Hukum Tata Lingkungan pelaku Tindak Pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya diatur pada UU RI No. 5 Tahun 1990 pasal 40 ayat: Ayat (1) menyatakan, bahwa barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1), melakukan suatu kegiatan yang mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan suaka alam, dan pasal 33 ayat (1), yaitu melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan keutuhan zona inti taman nasional, maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak dua ratus juta rupiah. Ayat (2) menyatakan, bahwa apabila dengan sengaja dilakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (2), yaitu melakukan kegiatan terhadap tumbuhan dan satwa yang dilindungi, serta pasal 33 ayat (3), yaitu melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam, dipidana dengan pidana penjara palig lama lima tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah. Sedangkan kelalaian diatur pada ayat (3) dan ayat (4) menetapkan masing-masing pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah serta pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak lima puluh juta rupiah.
Manusia harus mempunyai etika pada lingkungan. Etika lingkungan menurut Islam: Ada dua ajaran dasar yang harus diperahatikan umat Islam keterkaitan dengan etika lingkungan. Pertama, rabbul ‘alamin. Islam mengajarakan bahwa Allah Swt itu adaah Tuhan semesta alam. Jadi bukan Tuhan manusia atau sekelompok manusia saja. Tetapi Tuhan seluruh alam. Kedua, rahmatal lil‘alamin. Artinya manusia diberikan amanat untuk mewujudkan segala perilakunya dalam rangka kasih sayang terhadap seluruh alam.
Menurut Muhammad Idris ada tiga tahapan dalam beragama secara tuntas dapat menjadi sebuah landasan etika lingkungan dalam perspektif Islam: (1) ta‘abbud, bahwa menjaga lingkungan adalah meupkan impelementasi kepatuhan kepada Allah. (2) ta‘aqquli, perintah menjaga lingkungan secara logika dan akal pikiran memiliki tujuan yang sangat dapat difahami. (3) takhalluq, menjaga lingkungan harus menjadi akhlak, tabi‘at dan kebiasaan setiap orang.***