Ambon,CakraNEWS.ID- Ketua Umum Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Provinsi Maluku, Azis Tunny, mendesak pemerintah pusat untuk segera merealisasi pembangunan Blok Masela di Maluku.
Hal ini disampaikan saat dirinya bersama BPP HIPMI melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR-RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (10/4).
Menurut Azis, sejak pemerintah pusat menetapkan pengolahan Blok Masela dengan skema on-shore atau pembangunan kilang darat, hal ini sudah menjadi penyebab utama molornya pembangunan kilang gas abadi tersebut.
“Akhirnya INPEX selalu operator Blok Masela menghitung ulang rencana investasi mereka, dan melakukan revisi pada planing of development (perencanaan pembangunan) mereka karena terjadi pembengkakan nilai investasi mencapai USD4,5 miliar atau setara dengan Rp67,5 triliun,” ungkapnya.
Kondisi ini semakin rumit, setelah Shell sebagai salah satu pemegang saham kemudian memutuskan hengkang dari project Blok Masela karena global portopolionya sudah tidak lagi menguntungkan mereka, dibandingkan investasi perusahaan milik Belanda ini di negara lain.
“Karena Shell keluar maka pemerintah harus menyelesaikan hak partisipasi milik Shell sebanyak 35 persen di proyek LNG Blok Masela. Kami minta agar pemerintah dapat mempercepat proses divestasi ini, mengingat proyek ini kalau berjalan akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Maluku,” ungkapnya.
Menurut Azis, potensi sumberdaya alam terutama gas di Maluku sangatlah besar. Data Dewan Energi Nasional (DEN) menyebutkan, Indonesia memiliki cadangan gas terbukti mencapai 43,6 triliun kaki kubik (CTF) yang dapat menopang kebutuhan domestik selama 20 tahun kedepan.
Dikatakannya, Lapangan Abadi Blok Masela di Provinsi Maluku, memiliki cadangan terbukti yang mencapai 18,5 triliun kaki kubik, dan 225 juta barel kondensat.
Dengan potensi sebesar itu, lanjut dia, maka cadangan gas Blok Masela mencapai 42 persen dari potensi cadangan nasional. Ini belum termasuk temuan sumber gas baru di Blok Seram Non Bula, dimana hasil penelitian menyebutkan cadangan gas di blok ini dapat mengalirkan gas sebesar 15,02 juta kaki kubik per harinya.
“Kami berharap Blok Masela mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat. Kehadirannya akan memberikan dampak yang luas bagi Maluku, diantaranya membuka lapangan kerja, mengurangi pengangguran, menumbuhkan ekonomi daerah, menciptakan usaha kecil baru yang menopang sendi-sendi perekonomian daerah, termasuk mendukung pengembangan industri nasional,” ujarnya.
Hanya saja lanjut dia, ketika pemanfaatan Blok Masela sudah berjalan, dirinya berharap agar masyarakat dan pelaku usaha di Maluku tidak hanya menjadi penonton, tapi diberikan peran untuk terlibat.
“Pelaku usaha di Maluku juga harus diberikan peran, jangan semuanya vendor-vendor dari luar Maluku yang menikmatinya,” tandasnya.
Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto, saat menanggapinya mengatakan, pihaknya selama ini sudah ikut terlibat aktif dalam mendorong percepatan investasi Blok Masela.
“Kami turun langsung ke Maluku, menyelesaikan berbagai masalah yang ada, termasuk soal PI 10 persen. Masalah antara kabupaten dengan provinsi, termasuk antara NTT dengan Maluku,” katanya.
Menurut Sugeng, keputusan on-shore termasuk membuat Inpex Corporation selaku operator pengelola Blok Masela harus menghitung ulang rencana investasi mereka. Ia mengakui, masalah ini juga yang membuat pembangunan Blok Masela kemudian menjadi terhambat.
“Kami juga berharap realisasi investasi Blok Masela segera berjalan,” tandas politisi Partai NasDem tersebut.
Sementara itu, hadir dalam RDP itu dari unsur HIPMI yakni Sekjen BPP HIPMI Anggawira, Bendum BPP Reynaldo Bryan, dan Ketua Bidang III BPP Elia Nelson Kumaat. Hadir pada kesempatan itu tiga Ketua Umum dari daerah, yakni Ketum BPD Maluku Azis Tunny, Ketum BPD Jaya Sona Maesana, dan Ketum BPD Banten Ananda Trianh Salichan.
Kepada Komisi VII DPR RI, para pengusaha muda yang tergabung dalam HIPMI ini menyampaikan sejumlah aspirasi, diantaranya tentang penyaluran dana transisi energi dan program transisi energi, kepastian hukum Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah dibekukan, RUU EBET (Energi Baru Energi Terbarukan), RUU Migas, serta proteksi hilirisasi hasil pertambangan untuk pengusaha lokal.*** Rdks