Ambon, CakraNEWS.ID– Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan dosen kepada mahasiswinya beberapa bulan lalu di Universitas Pattimura Ambon dinilai mencederai kode etik seorang pendidik.
Peraturan menteri riset, teknologi, dan pendidikan tinggi Republik Indonesia nomor 52 tahun 2017 tentang status universitas pattimura pasal 19 tentang kode etik dan etika akademik telah dilanggar dosen yang bersangkutan dan harus dijatuhi sanksi.
Informasi dari sejumlah kalangan, Universitas Pattimura Ambon, telah melakukan sidang kode etik kepada dosen bersangkutan, namun menurut pengakuan keluarga korban sejauh ini tidak ada transparansi tentang hasil sidang kode etik yang di gelar, apa bentuk sanksi lanjutan yang di berikan kampus kepada dosen yang bersangkutan.
Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Kepemudaan (PTKP) Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ambon Sahrul Solissa menyesalkan sikap Kampus Basudara itu yang tidak transparan dengan hasil sidang kode etik dugaan pelecehan seksual.
“Seharusnya korban dan keluarga mendapatkan hasil sidang kode etik serta sanksi apa yang di jatuhkan kampus kepada pelaku terduga pelecehan seksual, karena korban sebagai orang yang terganggu psikisnya wajib tahu seberapa tegas dan serius kampus dalam menyikapi kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi pada dirinya.,” ujar Solissa
Dia menegaska, undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, pasal 7 ayat 1 dan 2, mengharuskan kampus terbuka akan hasil sidang kode etik yang dilakukan kepada pelaku terduga pelecehan seksual, bukan saja korban dan keluarganya melainkan kepada semua pihak yang membutuhkan informasi terkait hal demikian, namun sampai hari ini jangankan publik pada umumnya, keluarga bahkan korban sendiri belum juga memperoleh informasi terkait hasil sidang kode etik tersebut.
“Dalam waktu dekat kalau pihak Universitas Pattimura Ambon masih belum juga memberikan hasil sidang kode etik dugaan pelecehan seksual kepada korban dan keluarga, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ambon lewat Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Kepemudaan (PTKP) akan menggelar aksi dan meminta Kemenristekdikti mengevaluasi pimpinan Kampus karena tidak transparan penyelesaian kasus dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswi nya, yang selama beberapa bulan terakhir kasusnya hampir redup, tegas Solissa.