Ambon, CakraNEWS.ID– Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) DPD Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Provinsi Maluku, Sabtu (6/11) berlangsung ricuh.
Kericuhan terjadi saat pimpinan sidang hendak membaca surat sakti berisikan rekomendasi DPP Partai Hanura terkait nama calon Ketua DPP Hanura.
Dimana surat sakti DPP ini berisikan dua nama calon Ketua DPD Partai Hanura Provinsi Maluku yakni H Mus Mualim dan Rony Sapulette.
Alhasil rapat mulai ricuh dan diwarnai hujan interupsi dari sembilan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC). Dimana mereka menilai bahwa dua nama yang direkomendasikan oleh DPP tak sesuai kriteria.
Pasalnya, untuk calon atas nama Rony Sapulette bukan berdomisili di Maluku. Sedangkan calon atas nama H Mus Mualim dikabarkan tercatat sebagai Ketua dari Partai Umat.
Karena dari sisi aturan menurut sembilan DPC sudah melanggar PO atau AD/RT partai partai, sehingga tidak masuk kriteria sebagai calon ketua.
Ketua DPC Kabupaten Buru, Bambang Riyadi mengatakan suasana Musdalub cacat prosedur. Sehingga kalau mau adil dan demokratis maka harus dilakukan proses ulang.
“Harus rekrutman calon ulang sehingga apapun hasilnya akan diterima,” ujar Riyadi.
Dikatakan, diantara 11 DPC yang ada, sembilan DPC sudah memberikan dukungan pada salah satu calon, sayangnya dalam rapat itu pun juga dikesampingkan oleh pimpinan sidang. Meskipun PO Hanura jelas, AD/ART mengamanatkan salah satu pointnya adalah harus mendapat dukungan minimal 30 persen dari DPC.
Walaupun kata dia, ada juga satu pasal yang mengatakan bahwa harus mendapat rekomendasi dari DPP, tetapi semua itu dikesampingkan.
Dirinya sangat menyayangkan sikap pimpinan sidang yang tidak melakukan varifikasi ulang bakal calon.
“Tadi tidak dilakukan sama sekali ini yang membuat kami protes keras. Karenanya solusi yang diambil adalah melakukan proses ulang sehingga semua kader dan anggota punya hak yang sama untuk mencalonkan diri sebagai calon ketua DPD,” tandas dia.
Ketua DPC KKT Hendri Kusering menilai bahwa Musdalub kali ini tidak melalui tahapan fit and proper test bakal calon Ketua DPD, karenanya dinilai cacat secara.
Dikatakan, kalaupun rekomendasi harus keluar dari DPP maka itu harus melalui tahapan-tahapan yang diatur dalam peraturan organisasi (PO).
“Dinamika hari ini menyadarkan kita untuk melihat tahapan demi tahapan itu harus berjalan dengan baik, sayangnya hal itu tidak terjadi,” ujarnya kesal.
Ketua DPC Hanura Kota Ambon, Achmad Ohorela yang adalah calon kandidat Ketua DPD Hanura Provinsi Maluku menyampaikan permohonan maaf atas kericuhan yang terjadi.
“Ini adalah dinamika organisasi dan kami menyampaikan permohonan maaf karena agenda partai hari ini tidak berjalan dengan baik karena kita harus luruskan sehingga kedepan dinamika kepartaian di Hanura bisa berjalan dengan baik,” tandas dia.
Seperti dikatakan rekan DPC-DPC yang lain bahwa ada proses-proses yang salah dan harus diluruskan dan karenanya akan disampaikan ke Mahkama Partai di Jakarta untuk melaporkan proses Musdalub yang mekanisme ada kesalahan.
“Saya selaku kandidat sudah memenuhi unsur persyaratan itu tetapi kemudian dengan segala cara ada oknum-oknum tertentu yang mencoba untuk menghambat proses-proses ini sehingga harus diluruskan,” jelas dia.
Akibat kericuhan ini, Musdalub untuk memilih siapa yang akan menjadi Ketua DPD Hanura Provinsi Maluku dihentikan dan semua mekanisme dikembalikan kepada DPP untuk memutuskan.
Untuk diketahui sembilan DPC yang melakukan perlawanan yakni DPC Kota Ambon, Kabupaten Buru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Seram Bagian Barat (SBB), Seram Bagian Timur (SBT), Buru Selatan, Maluku Tengah, Maluku Barat Daya (MBD) dan Aru.
Tanggapan Roni Sapulete
Terpisah, calon kandidat Ketua DPD Partai Hanura, Roni Sapulete menjelaskan, terlepas sebagai calon kandidat Ketua DPD Hanura Maluku, juga merupakan kader partai yang punya hak yang sama untuk mencalonkan diri.
“Partai ini, berbasis hati nurani dan didasari aturan-aturan yang ada, baik itu AD/RT maupun PO, “ujarnya.
Terkait dengan Musdalub dan dilanjutkan ke DPP kata Sapulette, itu karena ada beberapa kendala yang dipaksakan para DPC. Tapi kalau menurut aturan yang sebenarnya dalam PO itu ada dua yakni, persyaratan khusus dan umum.
“Persyaratan umum, terlepas selaku saya pribadi yang salah satu DPC mempermasalahkan domisili saya. KTP saya kan berlaku secara nasional tapi saya punya surat domisili, itu ada dan sudah disampaikan ke panitia Musdalub,”jelasnya.
Yang mana dalam surat domisili tersebut menerangkan Sapulette sebagai penduduk tetap di Kota Ambon yang didasari keseharian melakukan aktifitas di Kota Ambon, sebagai pengacara.
Sementara menyangkut dengan persyaratan khusus, sebagai pemicu kericuhan jalannya musdalub, lanjut Sapulette , bahwa setiap bakal calon Ketua DPD harus mendapatkan rekomendasi dari DPP sebagai tiket atau syarat untuk mengikuti proses pentahapan selanjutnya.
“Bahasa harus ini, itu menjadi satu pedoman untuk melanjutkan tahapan berikutnya. Memang ada lima calon tapi yang mendapatkan rekomendasi itu hanya saya dan Mus Mualim, itu artinya kedua nama tersebut lolos untuk mengikuti tahapan berikutnya,”terang Sapulette.
Selanjutnya tahapan berikutnya untuk mendapat dukungan minimal 30 persen suara dari 11 DPC kabupaten/kota, sehingga tidak harus mendapat dukungan DPC tanpa mendahulukan rekomendasi DPP.
Karena yang bisa menilai calon pemimpin DPD, itu hanya keputusan dari dewan pimpinan DPP, sehingga rekomendasi yang diberikan DPP kepada, Sapulette dan Mus Mualim, semuanya berdasarkan data yang diserahkan panitia dan Plt Ketua DPD Partai Hanura Maluku ke DPP, sehingga dengan berbagai pertimbangan menetapkan kedua mendapatkan rekomendasi DPP.
Menurutnya, meskipun kami belum mendapat dukungan 30 persen suara dari DPC dan lebih memilih calon lain yang tidak mendapat rekomendasi, itu bukan masalah bagi Sapulette dan Mus Mualim untuk tetap mengikuti tahap selanjutnya, siapa yang akan terpilih tanpa harus mendapat dukungan dari DPC.
“Persoalannya kalau mereka persoalan kami belum mendapat 30 persen dukungan DPC, itu tergantung dan kalau seandainya dari kami berdua salah satunya mengundurkan diri, itu artinya aklamasi dan aklamasi tidak membutuhkan yang namanya menimal 30 persen suara, tinggal kami berdua yang berkonformi, saya atau Mus yang mengundurkan diri, maka itu semua persoalan itu selesai,”jelasnya.
Tanggapan Mus Mualim
Ditempat yang sama, Mus Mualim dengan singkat mengatakan, kericuhan yang terjadi merupakan bagian dari dinamika berpolitik dan itu wajar-wajar saja.
“Saya kira apa yang telah diputuskan DPP dan baru saja kita lihat untuk menghentikan musdalub dan dikembalikan ke DPP. Jadi kita mengikuti aturan main yang ada saja, sambil menunggu putusan DPP dan kita sebagai kader tetap harus taat dengan aturan-aturan yang nanti dijalankan dan siap untuk diproses.
Ia juga mengakui sampai hari ini masih berstatus sebagai Bendahara DPD Partai Hanura Maluku dan soal dirinya dikaitkan dengan Partai Umat, itu menjadi putusan DPP yang menilai.*** CNI-03