Ambon, CakraNEWS.ID– PENGURUS Wilayah Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (kKSS) menyatakan komitmen mem-bersamai Pemerintah Provinsi Maluku dalam mengawal pembangunan.
Hal tersirat disampaikan Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) KKSS Malaluku, Dr. H. Muspida Suyuti didampingi Pengurus DPW dan sejumlah paguyuban usai merayakan Maulid di Gedung Islamic Center kota Ambon, Kamis (12/10).
Dikatakan, Maulid yang dirayakan pihaknya merupakan agenda rutin tahunan. Yang mana dalam pelaksanaanya terkemas aroma budaya orang Sulawesi cita rasa orang Maluku.
Hal itu kata dia, sebagai upaya menjaga budaya di tanah Raja Raja yang punya nama serta citra besar sebagai salah satu Laboratorium Keberagaman di Indonesia.
Muspida menyatakan, komitmen pihaknya mengawal pemerintah seperti filosofis Tari Angngaru suku Bugis Makassar.
“Kami memohon maaf tidak sempat menampilkan tari Angngaru karena ini kegiatan agama,” ungkapnya.
Ditanyai mendalam perihal maksud dan tujuannya menyampaikan, Muspida tegas menyatakan, siapapun kepala pemerintahannya akan dijaga bak raja dan siap mati demi raja.
“Saat ini tampuk pemerintahan di bawa Bapak Gubernur Murad. Dan komitmen menjaga pimpinan yakni pak Murad seperti filosofi tersebut,” ungkap dia.
Filosofi Tari Angngaru
Muspida menjelaskan, Tradisi Angngaru’ yang terun temurun menjadi budaya leluhur bagi suku bugis makassar, sangatlah kental pada masanya.
Angngaru ini biasanya dilakukan pada saat penyambutan tamu dan pesta adat seperti pernikahan dan pesta adat lainnya yang bersifat ceremoni.
Sebagaimana bersandar dari kata dasar aru, yang artinya adalah sumpah. Jika diartikan, angngaru merupakan ikrar yang diucapkan orang – orang Gowa pada jaman dulu. Tradisi ini biasanya diucapkan oleh abdi raja kepada rajanya, atau sebaliknya, oleh raja kepada rakyatnya.
Sebagai syair tua yang didalamnya terdapat makna filosofi diantaranya prinsip kesungguhan, kerelaan, keihklasan, patriotisme, pantang menyerah, dan pengabdi yang dapat dipercaya serta amanah pada tanggungjawab dalam setiap gubahan syairnya. Aru’ juga diyakini mengandung nilai spiritual, dalam artian Aru’ harus diungkapkan dan dilaksanakan dengan jiwa yang sungguh-sungguh.
Angngaru’ merupakan suatu susunan sastra dalam bahasa Makassar, yang diisi dengan kalimat – kalimat sumpah setia yang penuh keberanian, diucapkan oleh salah seorang tobarani di hadapan Raja.
“Selain itu, sebagai ritual menyampaiakan simbol jaminan keselamatan dan kenyamanan selama sang tamu ataupun pemimpin.”
Selain itu, tradisi pada jaman dahulu, dilakukan sebelum prajurit berangkat ke medan perang. Para prajurit terlebih dahulu harus mengucapkan sumpah aru (sumpah setia) di depan sombayya.
Prajurit bersumpah untuk mempertahankan wilayah kerajaan, membela kebenaran, dan tak akan mundur selangkah pun sebelum mengalahkan musuh yang dihadapi.
Angngaru’ dilakukan bertujuan untuk menambah semangat juang, dengan nilai yang terkandung di dalamnya dimaknai sebagai bentuk jadi diri seorang laki-laki yang sesungguhnya.
“Kita menyatakan eksistensi pemimpin sebagai sebagai ksatria, maka kita yang telah berikrar, pantang baginya menyerah,” pungkad dia.*** CNI-04