Piru, CakraNEWS.ID– WAKIL BUPATI Timotius Akerina yang kini pemegang kendali pemerintahan di kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) enggan memberikan keterangan berupa apapun terkait pemerintahan kepada media.
Sikap politisi partai NasDem itu sebagai tanda duka mendalam atas wafatnya Bupati Kabupaten SBB Almarhum Moh Yasin Payapo.
“Saya belum bisa berkomentar karena kita masih dalam suasana Duka. Sabar saja sampai selesai hari ke 7,” singkat Akerina irit,
“Saat ini tugas kita semua, sama sama doakan Almarhum Bapak Bupati tenang dalam damai. Keluarga diberi ketabahan dan penghiburan,” tambahnya singkat, Selasa (03/08).
Tradisi Tahlilan 7 Hari
Tahlilan adalah ritual/upacara selamatan yang dilakukan sebagian umat Islam kebanyakan di Indonesia termasuk Maluku.
Besar kemungkinan tradisi ini juga sama dilakukan di negara Malaysia dan belahan negara laiinya di jazirah arab. Meski diakui masih menjadi polemik dan jejak pendapat sebagian ulamah (Hakim, M Saifudin (12 August 2019). “Hakikat Tauhid adalah Kalimat Laa ilaaha illallah (Bag. 1).
Tahlilan itu untuk memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal yang biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh, dan selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100.
Dalam catatan wekipedia perihal Upacara itu ditengarai merupakan praktik pada abad-abad transisi yang dilakukan oleh masyarakat yang memeluk Islam.
Berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit bukan hanya terjadi pada masyarakat Islam di Indonesia saja, tetapi di berbagai belahan dunia, termasuk di jazirah Arab.
Oleh para dai/ulamah (yang dikenal Wali Songo) pada waktu itu ritual yang lama diubah menjadi ritual yang bernafaskan Islam.
Di Indonesia termasuk Maluku tahlilan masih membudaya sehingga istilah “tahlilan” dikonotasikan dengan memperingati dan mendoakan orang yang sudah meninggal.
Tahlilan dilakukan bukan sekadar kumpul-kumpul karena kebiasaan zaman dulu. Generasi sekarang tidak lagi merasa perlu dan sempat untuk melakukan kegiatan sekadar kumpul-kumpul seperti itu.
Tahlilan yang masih diselenggarakan sampai sekarang itu karena setiap anak menginginkan orang tuanya yang meninggal masuk surga.
Sebagaimana diketahui oleh semua kaum muslim, bahwa anak saleh yang berdoa untuk orang tuanya, rakyat mendoakan pemimpinnya adalah impian semua orang.
Dari sinilah, keluarga mendoakan mayit dan beberapa keluarga merasa lebih senang jika mendoakan orang tua mereka yang meninggal dilakukan oleh lebih banyak orang (berjamaah). Diundanglah orang-orang untuk itu (keluarga dan kerabat).
Menyuguhkan sedekah sekadar suguhan kecil bukanlah hal yang aneh, apalagi tabu, apalagi haram. Suguhan (sedekah) itu hanya berhak untuk orang miskin, yatim piatu ,orang cacat, orang yang kesulitan.
Berkaitan dengan menghargai tamu yang mereka undang sendiri dan orang yang berhak mendapat sedekah, yaitu fakir miskin, orang cacat, anak yatim, orang lanjut usia. ***CNI-03/Tim