Bula, CakraNEWS.ID – Suasana syahdu dan penuh makna menyelimuti Idul Fitri di Kecamatan Kiandarat, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT). Di tengah gegap gempita perayaan hari kemenangan ini, satu tradisi unik tetap lestari, tradisi mengantar khatib. Lebih dari sekadar ritual keagamaan, prosesi ini menjadi simbol kebersamaan, spiritualitas, dan kekuatan budaya yang diwariskan turun-temurun.
Setiap tahunnya, setelah menunaikan salat Idul Fitri, warga dari berbagai desa bersiap untuk mengantar khatib mereka ke desa tujuan. Tradisi ini bukan hanya sekadar penghormatan kepada ulama, tetapi juga menjadi ajang mempererat ukhuwah Islamiyah antarwarga. Dengan iringan rebana dan lantunan shalawat, ratusan warga menyusuri jalan desa, menciptakan suasana yang syahdu dan penuh kebersamaan.
Tahun ini, suasana semarak kembali terasa ketika khatib dari Desa Artafella, Ilyas Rumoga, diantar ke Desa Angar untuk menyampaikan khotbah di Masjid Jammi Desa Angar pada Selasa (01/04/2025). Dengan iringan tifa yang menggema, rombongan pengantar berjalan bersama, mengiringi perjalanan sang khatib dengan penuh semangat dan rasa syukur. Sebelumnya, pada Senin (31/03) kemarin, warga juga dengan antusias mengantarkan khatib Fajrin Rumadaul dari Negeri Kian ke Desa Angar, menempuh perjalanan panjang tanpa rasa lelah demi menjaga tradisi yang penuh makna ini.
Bagi masyarakat Kiandarat, mengantar khatib bukan hanya tugas rutin, melainkan sebuah ibadah dan kebanggaan. Panas terik atau hujan bukan halangan bagi mereka. Setiap langkah yang diiringi lantunan syair Islami menjadi doa yang mengalun, menambah kekhusyukan dalam perjalanan.
Tradisi ini juga menjadi momen penting untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga. Setelah sang khatib menyampaikan khotbah di masjid tujuan, rombongan melanjutkan agenda dengan saling bermaafan dan mengunjungi rumah-rumah warga setempat. Nilai gotong royong, persaudaraan, dan rasa saling menghormati terjalin erat dalam setiap pertemuan ini.
Di tengah arus modernisasi yang kian menggerus banyak warisan budaya, masyarakat SBT tetap teguh mempertahankan tradisi antar khatib. Bagi mereka, ini bukan hanya sekadar perayaan, melainkan refleksi nilai-nilai sosial yang harus dijaga. Bahkan, anak-anak muda pun turut serta dengan mengenakan pakaian Islami dan menampilkan tari hadrat, memperlihatkan bagaimana tradisi ini terus berkembang seiring waktu.
Salah satu warga Desa Artafella, Lutfi Sukunwatan, menegaskan bahwa tradisi ini adalah bagian dari syiar Islam di bumi Ita Wotu Nusa.
“Kami berharap tradisi ini tidak hilang ditelan zaman, tetapi terus diwariskan sebagai identitas dan kebanggaan masyarakat SBT,” ungkapnya.
Sebagai daerah yang kerap disebut sebagai Serambi Mekah di Maluku, Kabupaten Seram Bagian Timur memiliki kekayaan budaya Islam yang telah mengakar kuat. Tradisi antar khatib adalah salah satu bukti nyata bagaimana masyarakat setempat menjaga warisan leluhur dengan penuh cinta dan kebanggaan.
Tradisi ini bukan hanya tentang perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang mendalam. Dengan menjaga dan terus menghidupkannya, masyarakat tidak hanya merayakan Idul Fitri dengan meriah, tetapi juga mewariskan nilai-nilai luhur kepada generasi mendatang. Sebab sejatinya, tradisi bukan sekadar masa lalu yang dikenang, tetapi juga cerminan jati diri yang harus terus dijaga dan dilestarikan.***CNI-06