Makassar, CakraNEWS.ID– KREATIVITAS ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) provinsi Maluku, Widaya Pratiwi Murad Ismail seakan tak ada habisnya.
Pasalnya, dalam event Maluku Baileo Exhibition, Widya memadukan dua kebudayaan berbeda dalam satu waktu.
Hal itu nampak pada busana yang diperagakan saat Fashion Show di Mall Ratu Indah Makassar, Jumaat (04/02).
Widaya kepada Wartawan mengakui, telah memodifikasi tenun ikat Maluku Barat Daya (MBD) dengan sutra Makassar.
“Saya tadi memodifikasi antara Tenun Ikat Maluku dengan Kain Sutra Makassar,” ungkap Widya.
Dikatakan, hari ini hari pertama kegiatan dimana pemerintah provinsi Maluku bersama seluruh OPD, yang pasti juga kolaborasi dengan HIPMI dan Dekranasda Maluku, dalam acara pembukaan Maluku Baileo Exhibition.
“Saya ini sebagai Ketua Dekranasda hanya berkolaborasi saja untuk membantu suksesnya kegiatan Maluku Baileo Exhibition,” ungkapnya.
Ditegaskan, Dekranasda Maluku ingin memperkenalkan kepada masyarakat Makassar bahwa Tenun Ikat Maluku bisa dimodifikasi dengan berbagai macam bahan tenun dari daerah lainnya di Indonesia.
“Kegiatan ini adalah mempromosikan potensi Maluku. Harapannya tidak saja hari ini, kedepan kita ada kolaborasi bersama lagi dengan beberapa UMKM di provinsi Sulawesi Selatan dan kita akan bergerak lagi ke provinsi lainnya, dan ini adalah awal dari Maluku mengadakan Exhibition, melalui kerjasama antar dua provinsi,” pungkas Widya.***
Tentang Kain Tenun Ikat Maluku
Kain tenun Maluku memang memiliki makna filosofis tersendiri. Jangan heran, jika harga selembar kain tenun ini cukup mahal, bukan saja karena lamanya proses pengerjaan, namun pada awalnya kain tenun ini memang sebenarnya tidak ditujukan untuk dijual.
Kain tenun Maluku biasanya menjadi mas kawin yang diberikan keluarga lelaki kepada pihak perempuan. Untuk selanjutnya kain tenun ini disimpan dan hanya dijual jika memang benar-benar membutuhkan uang.
Proses produksi kain tenun ini juga tidak menggunakan alat modern. Menggunakan pemintal tradisional dengan menggunakan benang dari kapas, serta pewarnaannyapun tidak menggunakan pewarna buatan melainkan menggunakan pewarna alami yang berasal dari akar kayu dan dedaunan.
Tentang Kain Sutra Makassar
Sulawesi Selatan dengan masyarakat Bugisnya merupakan salah satu masyarakat memiliki budaya menenun kain sutra sejak tahun 1400-an.
Sutra merupakan hasil kerajinan tenun yang menjadi kebanggaan suku Bugis Sulawesi Selatan, sehingga anggota masyarakat masih menggunakannya sebagai pakaian adat.
Salah satu motif kain sutra Bugis yang terkenal yaitu kain tenun Sengkang.
Kain tenun Sengkang adalah kain sutra motif warisan nusantara Sulawesi Selatan. Sengkang merupakan ibukota dari Kabupaten Wajo di Sulawesi Selatan. Berjarak kurang lebih 250 km dari Makassar, Sengkang dikenal sebagai kota penghasil sutra terbesar di Sulawesi Selatan.
Motif khas Sutra di Sengkang di antaranya yaitu seperti Sirsak Coppobola, Ballo Makalu, Ballo Renni, Cabosi dan Lagosi serta motif nusantara lainnya.
Dari hulu ke hilir, hampir seluruh wilayah di Kabupaten Wajo ini dipenuhi oleh petani ulet sutera hingga peranjin tenun sutera. Di salah satu desa yang disebut Desa Pakanna bahkan dijuluki sebagai kampung penenun.
Proses pembuatan benang sutera menjadi kain kain sutera masyarakat umumnya masih menggunakan peralatan tenun tradisional yaitu alat tenun gedongan dengan berbagai macam corak yang diproduksi seperti corak “Balo Tettong”(bergaris atau tegak), corak “Makkulu” (melingkar), corak “Mallo’bang” (berkotak kosong), corak “Balo Renni” (berkotak kecil).
Selain itu ada juga diproduksi dengan mengkombinasikan atau menyisipkan “Wennang Sau” (lusi) timbul serta corak “Bali Are” dengan sisipan benang tambahan yang mirip dengan kain Damas.*** CNI-02/TIM