Penasehat Hukum Terdakwa Galian C Menolak Semua Dalil Jaksa Penuntut Umum, Minta Majelis Hakim Bebaskan Terdakwa

Adventorial News

Ambon, CakraNEWS.ID– Noija Fileo Pistos, selaku Penasehat Hukum Terdakwa dalam kasus galian C, tetap mempertahankan dalil-dalilnya sebagaimana yang telah disampaikan pada Pledoi/Nota Pembelaan dan menegaskan penolakan terhadap semua dalil Jaksa Penuntut Umum (JPU) baik dalam Surat Dakwaan, Surat Tuntutan, maupun refleksinya, kecuali terhadap hal-hal yang secara tegas diakui kebenarannya dalam Duplik ini, Selasa (10/10/2024).

Menurut Noija dalam pembacaan sidang Duplik di Pengadilan Negeri Ambon, Surat Tuntutan yang diajukan oleh JPU harus didasarkan pada Surat Dakwaan tanpa adanya kontradiksi atau kelalaian.

Perubahan Surat Tuntutan tidak diperkenankan dalam hukum acara pidana maupun Peraturan Internal Kejaksaan Agung RI, karena surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum hanya dapat diajukan sekali dalam persidangan.

“Oleh karena itu, jika ada kekeliruan setelah Surat Tuntutan dibacakan, maka untuk mewujudkan keadilan dalam proses acara pidana terhadap terdakwa, Penuntut Umum menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Hakim untuk diputuskan,” jelas Noija.

Dijelaskan lebih lanjut, pada hal. 2 poin 1 refleksi, JPU secara terang benderang mengakui kekeliruannya yang menyebutkan bahwa Penuntut Umum lewat refleksi ini mengakui adanya kekeliruan dalam penulisan nama sungai yang seharusnya adalah sungai Waeira di Negeri Rohomoni, Kec. Pulau Haruku, Kab. Maluku Tengah.

“Penuntut umum juga manusia biasa yang memiliki kelemahan dan keterbatasan yang dapat terjadi, namun dapat dilihat dari Surat Dakwaan serta selama proses persidangan, Penuntut Umum menunjukkan locus delecti dalam perkara ini adalah sungai Waeira di Negeri Rohomoni, Kec. Pulau Haruku, Kab. Maluku Tengah,” jelasnya.

Menurut ACHMAD IMAM LAHAYA dalam “Analisis Terhadap Kekeliruan Jaksa Penuntut Umum Dalam Melakukan Perubahan Surat Tuntutan” (dibimbing oleh Audyna Mayasari Muin dan Dara Indrawati), perubahan Surat Tuntutan karena terjadinya kekeliruan/kesalahan pengetikan (clerical error) yang merupakan kesalahan administrasi (kesalahan teknis) dimungkinkan selama dianggap penting dan tidak mempengaruhi substansi, maka dapat direvisi melalui renvoi karena pada prinsipnya kesalahan administrasi (kesalahan teknis) bukan merupakan permasalahan hukum.

Terkait hal ini, Penasehat Hukum Terdakwa berpendapat bahwa:

  1. Kekeliruan penyebutan locus delicti oleh JPU dalam perkara ini sangat fatal dan berdampak langsung terhadap dugaan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa serta mempengaruhi hukuman yang diterima oleh terdakwa, bahwa seseorang tidak bisa dituntut dan dipidana atas perbuatan yang terjadi pada lokasi/tempat yang tidak dilakukan oleh terdakwa;
  2. Berdasarkan fakta persidangan, hingga Duplik ini diajukan, JPU tidak pernah mengajukan revisi melalui renvoi sebagaimana dimaksud sehingga kekeliruan tersebut harus diakui sebagai fakta yang kebenarannya tidak dapat dibantah dan bahkan telah diakui langsung oleh JPU.

“Pengakuan dalam hukum pidana adalah suatu konsep yang kompleks dan multifaset. Dari sudut pandang yuridis, pengakuan adalah bukti yang kuat dalam proses peradilan. Dari sudut pandang filosofis, pengakuan adalah suatu bentuk pengakuan atas kesalahan dan tanggung jawab moral.”

“Namun, penting untuk memastikan bahwa pengakuan diperoleh dengan cara yang adil dan sah, dan tidak melanggar hak asasi manusia, bahwa Pengakuan JPU atau kekeliruan dalam tuntutannya telah dinyatakan secara adil dan sah serta tidak melanggar hak asasi manusia,” terangnya.

Berdasarkan seluruh uraian dan fakta persidangan yang telah terungkap serta pengakuan JPU mengenai adanya kekeliruan yang menyebabkan terjadinya kontradiksi antara Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan, Penasehat Hukum Terdakwa memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk mempertimbangkan Duplik/Taggapan ini dan memohon kiranya memutus perkara ini dengan amar:

  1. Menerima seluruh Duplik/Tanggapan Penasehat Hukum Terdakwa;
  2. Menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diuraikan dalam Surat Tuntutan rekan JPU;
  3. Menyatakan mengembalikan seluruh berkas perkara dalam perkara a quo kepada Jaksa Penuntut Umum;
  4. Menyatakan bahwa terdapat kontradiksi/pertentangan dalam dalil antara Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan sehingga menyebabkan Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan menjadi kabur (obscuur libel);
  5. Menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima dan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.*** CNI-04

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *