Terkait Stunting, Leppuy: “Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku jangan pakai kacamata kuda”
Ambon, CakraNEWS,ID– Komisi IV DPRD Provinsi Maluku nampaknya sedang mempertanyakan ikhwal penurunan stunting di Maluku. Melalui salah satu media lokal di Ambon, Samson Atapary, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku menyatakan bahwa target penurunan stunting di Maluku belum tercapai karena masih bertahan di angka 26,1 persen sementara targetnya adalah 23 persen sehingga kata dia, penanganan stunting di Maluku harus dikembalikan ke ke OPD terkait yang dikoordinir oleh Bappeda karena targetnya tidak tercapai.
Menanggapi hal tersebut, Collin Leppuy, Direktur Eksekutif Moluccas Development Studies Center (MDSC) angkat bicara.
Menurutnya wajar saja jika Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku berpendapat seperti itu karena merupakan bagian dari fungsinya sebagai wakil rakyat. Namun alangkah baiknya jika beliau berpendapat dengan berbasis pada data yang akurat tentang persentase penurunan stunting 4 tahun terakhir ini agar dapat terlihat komparasi prevalensinya sehingga mencerahkan dan kritiknya berbobot bahkan tidak menyesatkan publik. Karena jika tidak demikian, sebetulnya beliau sedang memakai kacamata kuda dalam mengkritik.
“wajar saja bung Samson selaku ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku berpendapat seperti itu karena sudah bagian dari fungsinya sebagai wakil rakyat. Namun pendapat seperti itu harus berbasis data yang akurat terutama terkait persentase penurunan stunting 4 tahun terakhir ini agar dapat terlihat peta komparasinya dari tahun 2019 sampai 2022 sehingga kritiknya tersebut berbobot dan tidak menyesatkan publik. Sebab jika tidak demikian, sebetulnya beliau sedang memakai kacamata kuda dalam mengkritik,” kata Collin.
Dia menambahkan, berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, pada akhir tahun 2018, persentase prevalensi stunting di Maluku berada di angka 34,2 persen dan angka tersebut konsisten bertahan sampai awal 2019.
Di akhir tahun 2019 angka tersebut turun menjadi 30,38 persen. Kemudian tahun 2021 menjadi 28,7 persen dan tahun 2022 juga turun menjadi 26,1 persen. Jadi hanya dalam kurun waktu 4 tahun saja angka stunting di Maluku berkurang 8 persen. Dan ini capaian yang prestisius.
“Menurut saya, menurunnya angka stunting di Maluku tersebut tidak terlepas dari kerja besar Ina Latu Maluku. Sebab sejak ditetapkan sebagai Duta Parenting Provinsi Maluku pada 2019 lalu oleh Gubernur Maluku Murad Ismail, ibu Widya nampaknya langsung melakukan sejumlah program perangi stunting dengan pendekatan integrative system yang menggabungkan semua stakeholder mulai dari Provinsi sampai Kabupaten/Kota sebagai leading sector,” akui dia menganalisa.
Dikatakan, terobosan, inovasi dengan melantik para isteri Bupati menjadi Mama Parenting di tingkat Kabupaten. Selain itu, monev (monitoring dan evaluasi) melalui agenda turun langsung ke daerah lokus stunting dilakukan secara rutin untuk memantau dan memastikan kebutuhan gizi anak dan faktor-faktor penyebab lainnya untuk selanjutnya dirumuskan agenda dan langkah-langkah perangi stunting secara sinergi dan berkelanjutan sehingga alhasil, perlahan-lahan persentase prevalensi stunting di Maluku menurun.
“Jadi soal belum mencapai target 23 persen menurut saya trend penurunan angka stunting di Maluku dari hasil kerja keras ibu Widya sebagai Duta Parenting Maluku bersama semua stakeholder tersebut secara konsisten memperlihatkan bahwa kita sedang menuju target 23 persen itu. Memang target itu obsesi. Karena mesti ada obsesi untuk memacu kerja. Tapi kalau dikatakan belum mencapai target saya kira itu terlalu prematur sebab masih ada cukup waktu untuk mencapai target tersebut. Yang terpenting adalah dalam kurun 4 tahun saja persentase stunting di Maluku turun 8 persen. Artinya ada capaian yang luar biasa”, tegasnya.
Dia menambahkan, ketua Komisi IV jangan menyesatkan publik dengan bersandar pada angka stunting 26,1 persen tahun 2022 itu sebagai alat pembenaran dan justifikasi tanpa meninjau peta prevalensi stunting sejak tahun 2019 sampai 2022 yang mengalami penurunan hingga 8 persen itu.
Justru sebaliknya DPRD Provinsi Maluku sebagai pengawas pemerintahan mesti memberi apresiasi kepada ibu Widya Pratiwi Murad yang sudah bekerja keras menerjemahkan agenda nasional perangi stunting dengan memaksimalkan fungsi semua stakeholder terkait dan program kerja yang menyentuh lokus stunting sesuai Perpres 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting.
Leppuy melanjutkan, dengan kondisi dan karakteristik geografis Maluku yang kepulauan seperti ini dimana sebagian besar penderita stunting tinggal di daerah pelosok yang jauh dan terpencil, anggaran bukan satu-satunya alat ukur untuk menurunkan stunting tapi hal yang paling penting adalah kerja kolaborasi lintas sektoral.
Anggaran sebesar apapun tanpa kerjasama semua pihak maka penurunan stunting hanyalah isapan jempol semata. Tetapi apabila anggarannya cukup ditambah dengan tim kerja yang solid dan terintegrasi dimana semua pihak berperan didalamnya, saya kira menurunkan angka stunting di Maluku bukan sebuah kemustahilan.
“Dan tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa ibu Widya sudah membuktikan hal itu”, tutupnya.*** CNI-04