Ambon, CakraNEWS.ID- MASYARAKAT provinsi Maluku diimbau untuk tidak terpengaruh dengan isu-isu separatis yang sengaja dimainkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
Pasalnya, mereka yang sengaja memainkan isu separatisme di Maluku, tak lain hanya untuk mengadudomba warga di negeri para raja ini. Hal ini disampaikan para tokoh agama, politisi, akademisi maupun tokoh muda Maluku itu dalam bentuk imbauan, kepada wartawan, Selasa (29/09).
Imbauan tersebut disampaikan secara terpisah oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku, Lucky Wattimury, tokoh agama, Pdt. Dr. John Ruhulessin, Direktur Ambon Reconciliation Mediation Center (ARMC) IAIN Ambon, Dr. Abidin Wakano, Rektor Unpatti Ambon, Prof. Dr. M. J Sapteno, dan mahasiswa Program Doktor UKIM, M. Asrul Pattimahu.
Pendeta Dr. John Ruhulessin, yang juga mantan Ketua Sinode GPM menyebutkan, di tengah proses politik saat ini, paham ideologi yang keras dan radikal, seperti paham-paham merdeka, tak perlu didengarkan. Masyarakat harus cerdas sehingga dapat memfilter berbagai paham yang dapat menyesatkan dan memecahbelah bangsa.
“Paham politik semacam ini, kita musti hati-hati. Kita musti sadar betul, bahwa NKRI adalah final. Olehnya itu, kita harus melakukan proses seleksi terhadap paham-paham politik. Paham ideologi yang kita dengar atau kita terima, apalagi di tengah-tengah perkembangan Medsos yang luar biasa saat ini. Sebab, tugas kita, bagaimana kita menopang seluruh upaya pemerintah, upaya bangsa kita untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran serta kesejahteraan bagi seluruh rakyat,” pesan John.
Tentu saja, menurut dia, sebagai sebuah proses bernegara, bermasyarakat dan berbangsa, proses mewujudkan keadilan itu membutuhkan waktu. “Untuk itu, kita mari bersama-sama menyatukan semangat, dan kebersamaan kita untuk terus membangun Maluku di dalam bingkai NKRI. Hal ini menjadi penting bagi kita. Semua orang pasti berjuang untuk keadilan. Semua orang berharap agar Maluku juga mendapat perhatian dari pemerintah. Dan, saya rasa, proses itu sedang dilakukan oleh pemerintah saat ini,” kata Ketua PMI Maluku ini.
Bagi John, lewat dukungan masyarakat untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara dalam bingkai ke-Maluku-an dan NKRI, maka realisasi program pemerintah pusat seperti Lumbung Ikan Nasional (LIN) menjadi lebih mudah dan cepat. “Kita berharap lumbung ikan nasional cepat berproses untuk membangun keadilan di tengah masyarakat, untuk membebaskan Maluku dari kemiskinan segera dilakukan. Mari bersatu padu membangun Maluku dalam bingkai persatuan,” pesan John.
Sementara Direktur ARMC IAIN Ambon, Dr. Abidin Wakano, menjelaskan, budaya masyarakat untuk saling menjatuhkan sudah waktunya ditanggalkan. “Kita transformasi dari budaya kewel (sombong) pada budaya kerja. Budaya antinel kepada budaya wirausaha. Lebih banyak bermain di ranah politik kekuasaan daripada politik kesejahteraan harus harus dihapus. Saya rasa, ini sudah saatnya masyarakat Maluku baku kele (saling rangkul_red) untuk maju ke depan,” pesan Wakano.
Senada menurut Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury, masyarakat harus saling bahu mendukung pemerintah daerah. “Kita dukung seluruh kebijkan yang ada untuk bisa mendapatkan ruang-ruang yang besar, sehingga anggaran dari pusat tetap bisa kita dapat, sehingga bisa dibagikan ke sebelas kabupaten/kota di Maluku.”
Ia menjelaskan, seluruh kebijakan pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat dapat berjalan dengan baik, bila keamanan dan ketertiban terjaga. “Bantu TNI dan Polri, karena tugas menjaga keamanan, bukan saja tugas TNI dan Polri, tapi seluruh masyarakat. Saling mendukung untuk membangun Maluku. Sebab, keberhasilan pembangunan daerah ditentukan oleh partisipasi masyarakat, tidak saja mengharapkan pemerintah dan DPRD,” pesan politisi PDI-Perjuangan Maluku ini.
Bendahara DPD Partai Golkar Maluku ini mengaku bangga bila ada aksi kritik dari pemuda dan mahasiswa dalam bentuk demonstrasi. Namun, aksi demo harus tetap dilaksanakan secara baik dan tertib. Sehingga, tidak disusupi oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk memperkeruh keamanan dan ketertiban masyarakat. “Kritik itu sebagai kontrol kebijakan pemerintah. Kontrol terhadap kinerja DPRD maupun gubernur dan bawahannya. Namun, semua harus dilakukan dengan tertib dan sesuai prosedur,” pesan Lucky.
Terpentingnya lagi dari semua itu, pemuda dan masyarakat pada umumnya, harus menjaga persatuan dan kesatuan Maluku dalam bingkai NKRI. “Jangan berpikir lagi hal-hal yang lain. Sekali Indonesia menjadi NKRI, itulah kita. Maluku adalah bagian dari Indonesia. Indonesia tanpa Maluku, bukanlah Indonesia. Dan situlah, posisi Maluku sebagai bagian dari NKRI. Maluku harus keluar dari kemiskinan, Maluku harus keluar dari ketertinggalan pembangunan dan ekonomi, Maluku harus keluar dari masalah pendidikan dan sebagainya sesuai dengan harapan kita bersama,” pesan Ketua DPRD Maluku itu.
Rektor Unpatti Ambon, Prof. Dr. M. J Sapteno, secara singkat mengajak para akademisi, baik dosen maupun mahasiswa, untuk meningkatkan pengetahuan dan skillnya secara lebih baik. Dosen maupun mahasiswa, sekiranya harus mengembangkan diri untuk menjadi lebih bermakna di masyarakat. “Bermakna bagi kepentingan pengembangan ilmu, lebih penting kita melakukan sesuatu yang bernilai positif untuk keutuhan bangsa dan negara.”
Dosen maupun mahasiswa kata Rektor, memiliki tanggungjawab moril untuk mencerdaskan serta meningkatkan sumber daya ekonomi masyarakat yang lebih baik di masa mendatang. Terutama, dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki, mampu menyampaikan informasi ke masyarakat agar tidak terprovokasi dengan isu-isu yang menyesatkan, serta mengganggu kamtibmas.
Sementara tokoh muda Maluku, M. Asrul Pattimahu, MA., menegaskan, isu separatisme di Maluku adalah isu yang sudah usang. “Separatisme di Maluku yang diwakili oleh RMS, tidak prospektif, tidak punya masa depan.”
Karena, menurut Asrul, pertama tidak ada figur sentral, kedua tidak ada basis ideologis dalam hal ide dan gagasan untuk pendirian RMS. “Saya secara pribadi menganggap RMS bukan sebuah ancaman ideologis terhadap NKRI, karena itu hanya kelompok sempalan-sempalan saja, yang memang faktornya bisa bermacam-macam, tapi kesungguhan untuk mendirikan negara sendiri, saya kira itu bukan sebuah ancaman, karena tidak punya tokoh sentral, dan tidak punya gagasan untuk mendirikan satu negara,” tegas mahasiswa program doktor ini.
Tak saja itu, bagi Asrul juga, RMS adalah organisasi yang tidak punya prospek, tidak punya masa depan. “Lagian kita sudah 75 tahun lebih merdeka, harmonisasi orang Maluku dengan Indonesia sudah menjadi satu kesatuan yang utuh. Sudah tidak lagi bisa kita pisahkan. Dapat kita lihat dengan tumbuhnya nasionalisme ke Indonesian kita di Maluku. Ini suatu problem yang sudah tuntas. Tidak perlu lagi masyarakat Maluku ada dalam pikiran kita, untuk membangun negara sendiri, karena kita sudah lama membangun jalinan yang harmonis dengan berbagai macam suku dan etnis di Indonesia ini, dan menjadi katu kesatuan yang utuh,” pesan Kasrul (*)