Jakarta,CakraNEWS.ID- Kasus kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), penembakan Almarhum Pendeta Yeremia Zanambani, di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, yang diduga melibatkan oknum aparat, akan kembali di gelar dengan melibatkan beberapa Lembaga Negara.
Mengulas tindak lanjut gelar kasus,kekerasan dan penembakan di Kabupaten Intan Jaya, Papua, Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS), Irjen Pol (Purn), Dr. Benny Jozua Mamoto, SH,M.Si yang ditemuai wartawan, Selasa (16/2/2021) menjelaskan, setelah Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dibubarkan usai melaksanakan tugas, selaku mantan ketua TGPF, dirinya diberikan tugas baru oleh Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Prof. Mahfud MD, yang juga selaku Ketua Kompolnas.
Tugas tersebut, adalah untuk melakukan monitoring penanganan kasus kekerasan dan penembakan yang terjadi di Intan Jaya. Dari hasil monitoring, ada 4 kasus kekerasan dan penembakan yang telah di laporkan TGPF ke Menkopolhukam.
“Menyangkut masalah kasus kekerasan dan penembakan Almarhum Pendeta, Yeremia Zanambani di Intan Jaya Papua, saya mendapat informasi dua hari yang lalu dari pihak Polres Intan Jaya, bahwa keluarga almarhum telah menyerahkan surat ijin untuk penggalian makam serta autopsi jenasah,”ucap Benny Mamoto.
Mamoto menjelaskan, semula ketika melaksanakan tugas TGPF, keluarga Almarhum Pendeta Yerima Zanambani, sudah memberikan ijin tertulis yang didampingi, Tokoh Masyarakat dan penerjemaah, tetapi seiring berjalan waktu, keluarga korban mencabut kembali ijin tersebut. Namun pada Jumat 12 Februari 2021, keluarga Almarhum, Pendeta Yeremia Zanambani, sudah menandatangani kembali ijin.
Tentunya dengan beberapa persyaratan, diantaranya harus disaksikan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Tokoh Masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyarat Daerah (DPRD), untuk menyaksikan langsung penggalian kubur dan otopsi jenasah. Tentunya selaku mantan Ketua TGPF juga di minta hadir.
Ada satu persyaratan yang Menurutnya, sependapat bahwa pelaksanaan otopsi dilaksanakan di lokasi kejadian di Distrik Hitadipa, jauh lebih efektif dan efisien serta lebih aman dari bolak-balik dari menggali makam Almarhum untuk di bawa ke rumah sakit di Timika atau Nabire hingga kembali dikuburkan,ini ada kerawanan tersendiri. Mudah-mudahan dalam waktu tidak terlalu lama, pihak Polda Papua sudah bisa mengatur teknis pelaksanaannya, dan dilaksanakan oleh Dokter Independen dari Makassar.
“Diharapkan ketika sudah selesai proses otopsi, dan hasilnya sudah ada, tentunya proses penyelidikan oleh Polres Intan Jaya dan Polda Papua telah selesai dan di limpahkan ke Pusat Polisi Militer TNI AD, untuk ditindak lanjuti,”tutur Mamoto
Mamoto menuturkan, meskipun sambil menunggu otopsi jenasah, proses pemeriksaan sudah berjalan. Diharapkan ini menjadi langkah terakhir tanggung jawab dari Polres Intan Jaya dan Polda Papua dalam penanganan kekerasan di Intan Jaya.
“Diharapkan dengan tuntasnya kasus ini, kedepannya langkah penanganan aksi-aksi kekerasan baik itu yang dilakukan oleh Kelompok Kiriminal Bersenjata (KKB) maupun oknum aparat bisa di tangani dengan tuntas dengan model pendekatan yang dilakukan oleh TGPF. Kita berharap situasi di Papua semakin aman dan kondusif,” Pungkasnya. (CNI-01)