Sejarah peradaban ummat manusia diciptakan dengan sebuah tindakan. Dalam artian, dalam upaya untuk mencapai sebuah perubahan, diperlukan sebuah ikhtiar baik dalam bentuk individu dan gerakan kolektif. Seiring dengan itu, dalam perkembangan ilmu pengetahuan pun, mucul studi tentang gerakan sosial.
Secara umum, gerakan sosial seringkali menjadi sebuah tonggak dan awal dari penuntutan pengakuan mengenai identitas. Umumnya gerakan sosial disatukan mengenai sebuah isu sosial semisal ideologi, HAM (Hak Asasi Manusia), masalah sosial, feminism, hingga agama.
- Oleh : Muhammad Dendy Waelissa
- Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang
Menerka Gerakan Islam
Gerakan sosial yang sangat khusus yakni agama sebenarnya telah ada semenjak berabad-abad lalu, khususnya pada agama Abrahamic di Timur Tengah. Hingga yang terbaru sampai saat ini gerakan sosial dan politik identitas berakarkan agama sering kita lihat terjadi adalah gerakan Islam (Islamic Activism).
Gerakan Islam secara pendekatan keilmuan gerakan lebih menitikberatkan pada orientasi nilai dan partisipasi. Pada orientasi nilai gerakan-gerakan Islamis ini meletakkan dasar orientasi ideologi pada kesamaan identitas ke-Islaman.
Selanjutnya, gerakan sosial tak terlepas dari orientasi partisipasi. Pada orientasi ini perspektif menekankan pada alasan-alasan mengapa anggota gerakan tersebut bergabung pada gerakan tersebut? Kalau mau dilihat salah satu alasan individu atau kelompok ikut berpartisipasi adalah sebagai alat mobilisasi rakyat/masyarakat dalam mengatasi permasalahan sosial dan aksi sosial kepada kelompok lain.
Maka, secara sederhana dapat dipahami bahwa orientasi partisipasi dari Islamic Activism digunakan sebagai gerakan yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat Muslim. Selain itu, jelas gerakan sosial menjadi alasan oleh anggotanya sebagai self esteem, atau penunjukan harga diri dari individu atau kelompok yang bersangkutan.
Berkaitan dengan kasus-kasus Islamic Activism di atas, gerakan-gerakan Islam diimplementasikan sebagai perlawanan terhadap barat atas perlakuan semena-mena kepada masyarakat oriental khususnya Muslim yang merasa diinjak-injak harga dirinya.
Pertanyaannay kemudian, apakah gerakan islam (Islamic Action) yang telah dibangun secara kolektif hingga hari ini telah berdampak pada kemaslahatan yang dialami warga Islam dunia?
Palestina dan Mandeknya Islamic Action?
Palestina sendiri adalah Negara islam yang harus diakui hingga kini mendapat perlakuan yang tidak manusiawi oleh Israel. Terlepas dari isu agama, sektarianisme, ekonomi, dan politik yang sering mengemuka. Apa yang dialami Palestina adalah bentuk nyata dari praktik penyimpangan yang harus dilawan oleh siapapun.
Tindakan tersebut dari tahun ke tahun telah menarik perhatian dunia terutama Negara-negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Bisa di simpulkan bahwa selama ini, dunia islam merasakan kekosongan ( jika tidak disebut kekurangan ) peran OKI dalam perjuangan palestina.
Pertanyaanya, sejauh mana anggota OKI selaku organisasi Islam yang menghimpun seluruh negara-negara Islam berani bersikeras menuntut perlakuan Israel atas Palestina tersebut? Misalnya dengan menyeret Israel ke Mahkamah Kriminal Internasioanl? Tidak sebatas mengecam dan mengutuk yang terkesan retorik belaka. Hal demikian yang terpotret sejauh ini. Bagaimana organisasi Islam sekaliber OKI tak begitu tegas.
Dengan demikian, kiranya dunia islam memerlukan terobosan dalam memecahkan kebuntuan ‘ peta jalan damai ‘ ( road map ) di palestina.
Bagaimana dengan Indonesia sendiri? Memang bahwa solidaritas islam Indonesia terhadap palestina seringkali muncul dari berbagai gerakan Guna membantu meringankan kesakitan yang di alami oleh palestina atas perlakuan Israel. Salah satunya MER-C sebagai organisasi kesehatan yang biasanya memberikan bantuan berupa donasi tenaga kesehatan dan juga obat-obatan. Selain MER-C, juga ada varian LSM yang punya rasa solidaritas terhadap penduduk palestina.
Seperti Sahabat Al- Aqsha hinggah KISPA ( komite Indonesia untuk solidaritas palestina ). KISPA sendiri merupakan komite khusus yang dibidani oleh Majelis Ulama Indonesia yang terdiri dari beberapa gabungan ormas-ormas besar Islam yang ada di Indonesia dalam memperkuat komitmen Indonesia untuk mendukung selalu Palestina dalam meraih kemerdekaan dan berorientasi pada Ukhuwah Islamiyah.
Jika dicermati, bukti solidaritas yang di lakukan oleh KISPA dan sejenisnya terhadap palestina adalah dengan menekanankan sejumlah bantuan seperti mendirikan lembaga pendidikan Islam, rumah sakit hingga tenaga pengajar dan materil. Jika kita melihat struktur keanggotaan, komite ini memang dirancang sangat serius mengingat organisasi tersebut mendapat dukungan dari organisasi-organisasi yang telah melanglangbuana pada peta perpolitikan Islam di Indonesia. organisasi- organisasi yang ada di dalam KISPA juga memiliki peranan penting dalam memelihara masyarakat Islam Indonesia melalui berbagai gerakan-gerakannya.
Bila dibandingkan dengan gerakan-gerakan Islam yang ada di Indonesia komite yang bergerak di ranah solidaritas Palestina ini jarang muncul karena pada umumnya gerakan solidaritas ini tidak memiliki afiliasi politik kepentingan kemanapun. Inisiatif kolektif yang mereka buat di antara para individu yang memiliki rasa solidaritas kepada Palestina khususnya rasa senasib sepenanggungan sebagai sesama Muslim umumnya muncul sebagai akar pemikiran gerakan tersebut.
Kehadiran kekuatan LSM dari masyarakat muslim Indonesia tidak lain dan tidak bukan untuk menumbuhkan rasa solidaritas dan tentunya dapat memenuhi kekosongan dari kehadiran politik Islam global dalam masalah palestina, tanpa menafikan keberadaan OKI sebagai payung multilateralisme Islam.
Otokritik terhadap Gerakan Islam
Patut kita akui bahwa islam telah mengalami stagnasi dalam menghadapi ide-ide barat itu. Proses penyesuaian islam dengan globalisasi misalnya, sangat lambat hingga membuat masyarakat islam pun merasa sengsara.
Seorang cendekiawan muslim, Nurcholis Madjid dalam khazanah intelektual islam (1996) menyebutkan; sekiranya terdapat tiga sebab yang membuat islam mengalami kesengsaraan dalam dunia modern saat ini. Pertama, factor psikologis di mana kaum muslim merasa paling hebat tetapi pada realitasnya bangsa lain yang lebih unggul. Kedua, trauma atas konflik sectarian islam dan Kristen yang terjadi sejak dulu. Dan ketiga, factor geografis negeri islam berdekatan dengan eropa hingga memicu dua sebab sebelumnya.
Pandangan di atas sekaligus sebagai refleksi, bahwa masyarakat muslim sudah seharusnya lebih hati-hati lagi dalam pergaulan global. Berani untuk melakukan kritik maupun otokritik terhadap fakta islam dalam politik global saat ini. Terlebih lagi terhadap pandangan serta sikap sekelompok orang yang cenderung anti terhadap pluralism dan keberagaman, yang kemudian berdampak memperburuk citra islam sendiri.
Akhirnya, fenomena dunia islam yang amat kompleks ini harusnya menjadi refleksi sebagai problem besar yang harus kita pikirkan kembali. Sebab harus kita akui, bahwa islam masih kita dengar dengan ungkapan agama kekerasan, agama teroris dan sebagainya. Belum lagi persoalan politik pada internal negara-negara muslim yang sering kali justru memperburuk citra islam sendiri.***
Isi diluar tanggung jawab redaksi.