Maluku,CakraNEWS.ID- Primadona ekploistasi anak di bawah umur untuk menjadi pemuas hasrat seksual yang dilakukan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab dalam meraup keuntungan tersendiri di Kota Ambon dan beberapa Kota/ Kabupaten di, Provinsi Maluku, di dominasi oleh Kalangan pelajar yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Terbukti dari pengungkapan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), oleh satuan tugas khusus (SATGASUS) Kepolisian Daerah Maluku berhasil meringkus sejumlah anak-anak di bawah umur yang di perdangakan oleh para mucikari untuk memuaskan hasrat seksual dengan bayaran uang yang di raup cukup fantastic.
“Saat ini yang terungkap diwilayah Maluku yaitu terkait eksploitasi seksual terhadap anak-anak di bawah umur. Yang kita temukan itu semuanya anak di bawah umur, miris sekali, ada yang SMA, ada yang SMP. Kebanyakan di wilayah kota Ambon. Ini perlu kepedulian kita semua tidak hanya polisi, tapi mungkin, orang tua, dinas instansi terkait, bisa memberikan himbauan kepada masyarakat mengenai fenomena yang terjadi,”ungkap Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Maluku, Kombes Pol Andri Iskandar S.Ik, M.Si, dalam dialog publik yang dilaksanakan di kantor RRI Ambon, Kamis (13/7/2023).
Kombes Pol Andri Iskandar menuturkan, dalam penanganan kasus TPPO di wilayah Maluku, Polda Maluku dan Polres/Polresta telah mengamankan sebanyak 12 orang tersangka dari 10 laporan polisi yang diterima terkait kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“ Satgas TPPO di Maluku telah dibentuk berdasarkan instruksi Presiden RI kepada Kepolisian tanggal 6 Juni 2023 lalu. Sejak saat itu hingga kini pihak Kepolisian, khususnya Polda Maluku tengah melaksanakan operasi TPPO. Sebelum pelaksanaan operasi Satgas, memang ada tiga perkara yang ditangani, Polresta Ambon 2 dan Polres Aru satu,” ucap Andri.
Setelah dibentuknya satgas TPPO hingga 11 Juli 2023,kata Andri, tercatat sebanyak 10 kasus yang sementara ditangani. Perkara-perkara tersebut tersebar di sejumlah daerah di Maluku.
“Memang fokus bapak Presiden terkait PMI, Pekerja Migran Indonesia, namun sampai saat ini di wilayah Maluku belum kita temukan,” ungkapnya.
Andri mengatakan, kemungkinan untuk perkara itu bertambah bisa saja terjadi. Olehnya itu butuh perhatian semua komponen masyarakat untuk bersama-sama melakukan pencegahan.
“Jadi dari 10 kasus yang kita tangani ada 12 tersangka. Satu LP ada yang tersangkanya dua orang. Mereka yang kita amankan berperan sebagai mucikari. Artinya dia yang menyiapkan anak-anak di bawah umur untuk dieksploitasi seksual,” ungkapnya.
Ia mengaku, eksploitasi seksual umumnya dilakukan menggunakan aplikasi michat. Aplikasi ini tidak semuanya dilakukan oleh personality. Ada juga mucikari yang berperan menawarkan kepada anak-anak di bawah umur.
“Hampir setiap malam juga kita melakukan pengecekan di penginapan, tempat-tempat kos, dan dari situlah kita menemukan kumpulan-kumpulan anak yang masih di bawah umur,” jelasnya.
Selain penegakan hukum, Polda Maluku juga melakukan pencegahan dengan cara memberikan sosialiasi kepada masyarakat. Sosialiasi dan pemahaman terkait bahaya eksploitasi seksual dilakukan melalui Bhabinkamtibmas di setiap desa binaannya.
“Dalam penanganan kasus TPPO kita tidak hanya mengedepankan penegakan hukum karena penegakan hukum itu adalah langkah terakhir sehingga kami lewat Bhabinkamtibmas yang ada di desa-desa kami dorong untuk selalu memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada masyarakat binaannya, bahwa jangan sampai karena hidup susah lalau diiming-imingi dengan sejumlah uang kemudian mau melakukan hal tersebut dan menjadi korban. Karena sesungguhnya hal tersebut adalah tindakan yang melanggar hukum dan konsekuensinya pidana,” jelasnya.
Dialog publik, pembahasan penanganan TPPO di wilayah Maluku, yang dilaksanakan di kantor RRI Ambon, menghadirkan nara sumber, Dekan Fakultas Hukum UKIM Ambon Dr. Jhon Pasalbessy, Sosiolog Maluku Dr. Paulus Koritelu, dan Kabid Rehabilitasi Dinas Sosial Provinsi Maluku Yahya Balyanan S.sos. *CNI-01