Pemuda Adat Huamual Sebut Wagub Orno dan Plt. Raja Negeri Luhu Nahkodai Mafia Tambang di SBB
Ambon, CakraNEWS.ID – Beberapa hari belakangan, publik kembali disuguhi informasi tentang mafia pertambangan yang ada di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
Walaupun sebenarnya ini bukan hal yang baru, tapi isu ini kembali naik ke permukaan setelah adanya indikasi keterlibatan petinggi-petinggi kepolisian maupun pemerintahan dalam praktek mafia tambang.
Kembali naiknya isu mafia pertambangan di SBB, harusnya jadi perhatian serius seluruh aparat penegak hukum di tingkat daerah dan pusat. Kuatnya indikasi praktek mafia pertambangan di SBB pun sudah sangat terasa, namun pembuktian-lah yang diperlukan.
Kali ini, pemuda adat Negeri Luhu (Huamual), Muhammad Ali Suneth, menuding ada mafia tambang dibalik tambang Nikel dan Batubara di Dusun Tapinalu – Ulatu, Negeri Luhu, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB). Dia menyebut, mafia tambang tersebut dinahkodai Wakil Gubernur Maluku Barnabas Natanhiel Orno dan Pelaksana Tugas (Plt) Raja Negeri Luhu, Muhamad Yusran Payapo.
“Gugat mafia tambang yang dinahkodai Wakil Gubernur Maluku dan Plt. Negeri Luhu di tanah adat Huamual,” sebut Ali, Rabu, (28/9/2022).
Ia menilai, kedatangan mantan Bupati Kabupaten MBD itu ke Negeri Luhu, selain untuk menyaksikan pemasangan tiang Alif Masjid Jami, juga dimanfaatkan Wagub
untuk membuka ruang perampasan tanah adat. Tujuannya untuk mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam Negeri Luhu melalui cara-cara yang tidak sehat.
“Saya menduga, terpilihnya Plt. Negeri Luhu didasari intervensi Wakil Gubernur Maluku. Tidak menutup kemungkinan, ada kesepakatan untuk mendorong kelancaran masuknya perusahaan tambang di Negeri Luhu, yang melibatkan investor tambang,” nilai Ali.
Dugaannya tersebut, sambung Ali, akibat tinjauan Wagub ke lokasi tambang Nikel tidak diketahui masyarakat setempat. Dan setelah melakukan peninjauan, Wagub dan pemerintah negeri melakukan sejumlah kesepakatan tanpa adanya sosialisasi dengan masyarakat.
Berkaitan dengan hal diatas, Ali menjelaskan, bila hak masyarakat adat dalam kebijakan nasional tertuang dalam UUD 1945 Pasal 18 B, ayat 2, bila negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam UU, dan UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia pasal 28 I, ayat 3 yang menyebutkan, identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati, selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
“Semakin maraknya tindak pidana pertambangan ilegal, menimbulkan keresahan masyarakat Negeri Luhu. Saya menduga, adanya keterlibatan oknum pejabat daerah hingga negeri. Mereka ikut menikmati aliran dana terkait persetujuan untuk pelepasan hak ulayat dan izin pertambangan di Negeri Luhu,” jelas Ali.
Menurutnya, mafia hukum tidak terlepas dari tindakan korupsi. Praktek mafia pertambangan mineral dan batubara semakin meningkat. Mengingat, mafia hukum di bidang mineral dilakukan dalam empat bentuk. Pertama, sogok untuk berbagai konsesi pertambangan,
Nepotisme didasarkan pada berbagai konsesi. Kedua, penipuan, transfer pricing dan penggelapan. Ketiga, campur tangan dalam regulasi-regulasi pertambangan (perusahaan swasta terlibat dalam join venture dengan politisi). Keempat, melakukan suap, gratifikasi dan penggelapan
“Hal ini membuat adanya peningkatan kasus korupsi di daerah, yang dapat dilihat dari jumlah penanganan kasus korupsi yang pelakunya adalah pejabat daerah seperti Gubernur, Bupati/Walikota sampai Kepala Desa,” ujar Ali.
Ia pun menilai, masyarakat Negeri Luhu sangat rentan terhadap diskriminasi peraturan yang dibuat pemerintah. Peraturan yang dimaksud Ali adalah UU Minerba.
Beberapa muatan didalam UU ini, lebih berpihak kepada korporat ketimbang masyarakat. Hal ini, lantas menimbulkan beragam penilaian dari publik, bila ada dugaan skenario untuk menguntungkan pemerintah dan perusahaan, lalu mengabaikan mengabaikan hak masyarakat.
“Padahal, keterlibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakan pemerintah mengenai pengelolaan sumber daya pertambangan, itu sangat diperlukan. Apalagi yang menyangkut kekayaan masyarakat adat,” nilai Ali.
Ali kemudian menyampaikan beberapa desakan.
Pertama, mendesak Ombudsman RI segera memeriksa Wagub Orno karena menggunakan jabatannya di luar fungsi dan tugas kewenangannya sebagai seorang wakil gubernur.
Kedua, mendesak KPK RI melakukan pemeriksaan terhadap Wagub Orno perihal dugaan gratifikasi dalam proses pelepasan hak ulayat masyarakat adat Negeri Luhu.
Ketiga, mendesak Polda Maluku dan Polres SBB untuk menginvestigasi keterlibatan mafia tambang dan mendesak Plt. Bupati SBB untuk memberhentikan M. Yusran Payapo sebagai Plt. Pejabat Negeri Luhu.
Keempat, mendesak pemerintah pusat (Kementerian terkait) menyelesaikan persoalan mafia tambang di Negeri Luhu.
“Diikarenakan, itu merupakan suatu perbuatan yang melanggar konstitusional dan mengkebiri hak kedaulatan masyarakat hukum adat Negeri Luhu. Saya mengajak semua pihak khususnya masyarak Negeri Luhu dan persaudaraan Pela Gandong untuk mengawal kasus ini hingga tuntas. Apabila lima poin diatas tidak diindahkan, maka saya menyatakan NKRI bersekongkol untuk melakukan kejahatan besar di tanah adat Huamual,” tutup Ali.**** CNI-02