Maluku,CakraNEWS.ID- Warga Negeri Hatu menagih janji calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Hermanus Hattu sebesar Rp 75 Juta. Janji itu disampaikan Herman ketika menghadiri perayaan natal di Negeri Hatu pada 19 Desember 2018 lalu.
Warga sudah memenangkan Herman di Negeri Hatu, sehingga diminta untuk segera melunasi janjinya. Hal itu disampaikan beberapa warga Negeri Hatu kepada wartawan di Ambon, Rabu (1/5/2019).
Namun, mereka meminta wartawan merahasiakan identitas hingga mereka mengadukan ke Bawaslu. Mereka menegaskan, kalau tidak ada niat baik, siapapun akan dilaporkan. Mereka yang pintar-pintar tidak boleh mengelabui rakyat.
“Dia bilang kalau nanti dapat suara di Hatu, dia akan berikan dana aspirasi 75 juta rupiah. Sekarang sudah menang toh, segera bayar saja. Waktu itu dikasih dua juta setengah saat perayaan natal. Kalau dia menang, dia janji kasih 75 juta rupiah. Dia anggota DPRD, mau kasih dana aspirasi,” jelas pemuda Negeri Hatu ini.
Menurutnya, mereka akan menunggu niat baik untuk melunasinya, dan tidak akan tinggal diam. Pada saatnya, mereka akan membuka rekaman untuk memastikan janji itu nyata. Apalagi, kata sumber, banyak orang yang mendengar janji tersebut.
“Masih disimpan. Kalau nanti dibutuhkan pasti dikasih. Dia bisa tidak melunasi asalkan dia kembalikan suara warga, tapi itu seng bisa suara sudah di KPU. Mereka ini orang pintar, gelar saja doktor. Orang pintar jangan biking bodoh katong lai. Sekarang beta kasih saja bukti cara mereka giring pemilih di Hatu,” tegasnya.
Sumber juga mengakui, tergiur janji Herman melalui jaringannya, Noce Pattiasina (PNS, Guru SMA Negeri) yang menggiring suara pada masa tenang pemilu. Warga digiring agar memilih Herman Hattu untuk DPD RI, Jeffry Daniel Waworuntu (calon PDIP) sebagai DPR RI dan Drg. Liliane Aitonam (Demokrat) untuk DPRD Provinsi Maluku. Menariknya, pemilu sudah selesai, mereka hanya diam-diam saja.
“Seng ada guna juga fitnah-fitnah. Kalau benar ya benar, kalau salah ya salah begitu saja. Kalau PNS juga seng boleh campur-campur di pemilu, tapi dibiarkan saja,” ucapnya.
Sumber mengatakan, mereka hanya mau adar alon yang bersangkutan melunasi janjinya, karena warga sudah memberikan dukungan dalam pemilu. Selain itu, KPUD juga bisa membatalkan suara dari Negeri Hattu atau memberikan sanksi tegas.
Sebenarnya, diakui sumber, ada banyak calon yang melakukan sosialisasi di Negeri Hattu. Sejauh yang diingat, selain Herman, Eddy Sambuaga juga membagikan uang Rp 100 ribu per orang. Kalau Novita Anakota juga menjanjikan bantuan semen di Negeri Hatu.
“Katong akan tagih semua. Kami siap membongkar semuanya. Sebenarnya gampang saja kalau KPUD mau, tapi mereka mau atau tidak, ada banyak kecurangan tapi mereka hanya diam, pura-pura tidak dengar,” jelasnya.
Selain di Negeri Hattu, John-warga Taniwel, mengatakan, Herman juga menjanjikan memberikan sumbangan sebesar Rp 100 juta untuk pembangunan gereja di Taniwel. Selain itu, di wilayah pegunungan, dia juga menjanjikan perlengkapan untuk gereja.
“Semua itu hanya janji dan belum ada yang ditepati, dan sekarang warga juga bertanya-tanya mengenai hal itu,” tukasnya.
Herman juga memberikan sumbangan semen di Taniwel. Dia sudah memberikan bantuan Rp 50 juta dan berjanji kalau menang akan memberikan tambahan 60 juta.
“Ini bahaya uang dari mana? Kalau semua main janji-janji omong kosong, beta kira, tidak ada cara lain, kecuali membongkar semuanya. Hanya memang aneh, karena pengawas seng ada guna. Kita perlu ramai-ramai membongkar, sehingga jadi pelajaran bagi banyak orang di masa depan. Rakyat jangan dipermainkan seperti itu,” tegas John.
Informasi lain yang dihimpun, hal serupa juga terjadi di Seram Bagian Barat, Novita menjanjikan semen untuk pembangunan gereja.
“Kita tidak heran kalau mereka dapat suara dimana-mana, karena hanya memberikan janji-janji. Beta lihat, kalau situasi begini terus, kita tidak tahu mereka mau bawa kemana? Kita harap KPU bisa membongkar cara-cara tidak benar untuk mendapatkan simpati pemilih. Kalau KPU juga diam, ya habis kita,” ujar Jefry ketika ditemui Kota Ambon.
Menurutnya, cara berpolitik dalam pemilu sangat merusak, karena politik uang dianggap hal wajar dan yang tidak menggunakan uang dianggap aneh.
“Dunia so terbolak-balik, ” tukasnya. (CNI-01)