Tahun Baru 2023, Setitit Akui Pengaruh Iklim Ekonomi Politik dan Budaya Jelang Pesta Demokrasi 2024
Ambon, CakraNEWS.ID– Berakhir sudah momen puncak yang dinanti-nantikan. Akhir tahun memang menjadi moment special bagian sebagian besar kalangan. Keriuhan yang terlihat di langit saat pesta kembang api kini telah memudar, sisa arang pembakaran juga telah padam.
“Sekarang kita sisingkan lengan baju, melanjutkan pekerjaan yang tertunda di tahun 2022. Atau 2023 menjadi awal untuk mulai berkhidmat atau berikhtiar mencapai target. Sudahi apa yang tidak baik, kita buka lagi kebiasaan baik di tahun sebelumnya dan lanjutkan,” ungkap Anggota DPRD Fraksi Partai Hanura kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Lusya Setitit.
Satu-satunya anggota legislatif peremuan di Seram Bagian Barat itu menegaskan, 2023 harus dimaknai sebagai semangat baru guna menjadi daya dobrak untuk pemulihan segala unsur. Baik ekonomi, politik maupun budaya.
“Tahun ini, sebut saja menjadi tahun Politik. Karena pentahapan untuk pesta demokrasi tahun depan akan dimulai. Tentu akan ada pengaruh yang signifikan,” akuinya.
Lanjut kata bendahara Fraksi Hanura itu, Pengaruh paling urgen adalah budaya hidup orang sudara serta ekonomi.
Dia menjelaskan, dunia politik sangat berpengaruh terhadap kemajuan ekonomi daerah. Pada pengembangan ekonomi, sangatlah krusial mempertimbangkan risiko politik dan pengaruhnya terhadap kelangsungan ekonomi.
Hal ini patut diseriusi karena perubahan pada suatu kebijakan politik pada suatu daerah akan dapat menyebabkan dampak akbar pada sektor keuangan, bisnis dan perekonomian.
“Untuk itu, masyarakat tetap fokus melakukan pekerjaan-pekerjaan produktifnya masing-masing. Tidak ikut ataupun terjebak dalam arus politik yang sifatnya sementara,” endus dia.
Perihal Budaya, Politisi Dapil Satu kabupaten SBB itu berpendapat, politik itu berhubungan erat dengan aspek kebudayaan. Bahkan, tidak jarang faktor kebudayaan menjadi hal yang menentukan untuk sebuah keputusan politik.
Ada kondisi-kondisi tertentu yang menampilkan fenomena sikap dan perilaku politik ternyata bersumber dari latar belakang sejarah, dan akar budaya tertentu. Terkadang ada juga kondisi yang memperlihatkan sikap ataupun perilaku kultural sebagai hasil dari perkembangan politik atau bahkan akibat dari manipulasi politik tertentu.
Politik dan kebudayaan menjadi semacam dua sisi dari satu keping koin yang tidak dapat dipisahkan karena kedua aspek tersebut selalu berkaitan dan nampaknya terjadi proses mutualisme dimana timbul fenomena yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak bila terjadi proses interaksi.
“Untuk itu, kita harus bisa benar-benar cerdas memahami dua sisi tersebut sehingga tidak muncul perilaku menyimpang yang mengkredilkan budaya atau adat demi target politik,” tegasnya.
Diakuinya, tak jarang pula aspek-aspek atau perilaku-perilaku dalam kebudayaan menjadi kontradiksi dengan perkembangan perilaku politik sehingga menimbulkan ketidakbermanfaatan atau malah saling memberikan efek negatif antara keduanya.
“Yang menjadi titik perhatian dari proses interaksi antara kedua aspek tersebut adalah dampaknya terhadap perkembangan sosial-kemasyarakatan. Ini yang harus secara matang dipahami oleh seorang politisi,” tekan dia.
Setitit menghendaki masyarakat terutama politisi, bisa menjaga hubungan baik antara politik dan kebudayaan karena itu berakitan dengan kondisi sosial yang terjadi dalam masyarakat.
“Kita sama-sama jaga iklim Kamtibmas, ekonomi kita, Iklim politik, perteguh kearifan lokal budaya katong orang sudara untuk SBB lebih baik lagi,” pungkas dia.*** CNI-02