Anggota DPRD SBT Abdul Azis Yanlua Kritik Keras Kebijakan Efisiensi Anggaran oleh Pemerintah Pusat

Adventorial Berita Pilihan News Pemerintahan Politik

Jakarta, CakraNEWS ID – Kebijakan efisiensi anggaran oleh pemerintah pusat kembali menuai sorotan dari kalangan legislatif daerah. Abdul Azis Yanlua, Anggota DPRD Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) dari Fraksi PDI Perjuangan, secara tegas melontarkan kritik keras terhadap langkah pemerintah pusat yang dinilai mengintervensi proses anggaran daerah pasca-penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Pernyataan tersebut disampaikan Yanlua saat menghadiri kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) yang menghadirkan narasumber dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), pada Jumat (25/4/2025), di Jakarta.

Dalam forum itu, Yanlua memanfaatkan sesi interupsi untuk menyuarakan keresahannya terhadap kebijakan efisiensi yang diberlakukan melalui instruksi presiden setelah APBD ditetapkan.

“Saya ingin tegaskan, posisi efisiensi APBD ini hanya bisa menjadi referensi. Kita sebagai DPRD sudah menyelesaikan seluruh tahapan mulai dari pengawasan hingga pembahasan dan penetapan APBD bersama pemerintah daerah. Namun ketika semua itu sudah tuntas, muncul instruksi presiden yang justru mengganggu keseluruhan perencanaan yang sudah kita rancang dengan matang,” ungkap Yanlua dengan nada kecewa.

Sebagai anggota DPRD dua periode dan juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan Kabupaten SBT, Yanlua menilai intervensi pemerintah pusat melalui kebijakan efisiensi telah mereduksi peran strategis DPRD sebagai lembaga legislatif daerah.

Legislator muda asal Kabupaten SBT ini juga sempat mempertanyakan mengapa isu-isu strategis nasional tidak diakomodasi sejak awal dalam pembahasan APBN, sehingga tidak mengacaukan perencanaan di tingkat daerah.

“Kita punya tanggung jawab moril untuk mengawal daerah kita. Problem-problem klasik seperti keterisolasian, kebodohan, dan kemiskinan masih terus terjadi sejak Indonesia merdeka,” ungkapnya.

Lanjutnya, “Ketika kita sudah menetapkan APBD dengan ikhtiar dan belanja yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah, kenapa justru muncul instruksi dari pusat yang membuyarkan rencana tersebut?” tegasnya.

Yanlua juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap praktik serupa yang pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, Yanlua menyinggung kebijakan refokusing anggaran di tahun 2020 dan 2021 pasca pandemi Covid-19, di mana Kementerian Keuangan menerbitkan regulasi yang mengharuskan daerah melakukan penyesuaian drastis terhadap APBD yang sudah disahkan.

“Perlu saya sampaikan, instruksi presiden ini seringkali dijadikan jimat oleh pemerintah daerah untuk mengutak-atik APBD. Ini membuka celah bagi munculnya ‘raja-raja kecil’ di lingkup pemerintahan daerah yang bisa mengubah arah belanja tanpa persetujuan legislatif,” jelasnya.

Lebih lanjut, Yanlua menekankan bahwa dalam sistem ketatanegaraan, APBD merupakan produk hukum yang dibahas dan disepakati bersama antara DPRD dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, campur tangan yang terjadi pasca-penetapan dianggap mencederai prinsip kolektif-kolegial yang dijamin oleh undang-undang.

“Kami merasa posisi DPRD dilemahkan. Padahal undang-undang memberi kami peran yang sama kuatnya dengan pemerintah daerah dalam hal penyusunan anggaran. Jika instruksi presiden terus dikeluarkan tanpa memperhatikan tahapan legislasi di daerah, maka ini bukan hanya soal efisiensi, tapi bentuk pengabaian terhadap semangat demokrasi lokal,” pungkas Yanlua.***CNI-01

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *