“Dirinya menegaskan, pemilihan raja yang digelar akhir bulan Juli 2020 lalu tidak sesuai nilai-nilai leluhur yang semestinya. Otomatis, peristiwa pemilihan raja tersebut sudah cacat hukum dan perlu diluruskan. Langkah yang diambil ialah dengan menempuh jalur hukum,” Ferly Tahapry.
Malteng, CakraNEWS.ID– SEJUMLAH oknum diduga sengaja melakukan upaya pengkaburan sejarah yang berujung terhadap sistem pemilihan raja di Negeri Akoon, Kecamatan Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah.
Pengkaburan historis sejarah tersebut mengakibatkan ketidak nyamanan-nya kodisi sosial di negeri adat pesisir tersebut. Bahkan berpotensi pada hal-hal yang tidak diinginkan.
Hal ini diakui tokoh masyarakat Akoon, Ferly Tahapary kepada wartawan tepat bertepatan dengan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS), Minggu (09/08/2020).
Dikatakan, sebagai sebuah negeri atau desa adat, Akoon dipimpin oleh seorang raja yang berkedudukan layaknya kepala desa. Raja Akoon bergelar sebagai tuan patti (patih). Apabila raja belum terpilih, tampuk kepemimpinan dijabat oleh pejabat negeri. Jabatan raja di Akoon dipangku oleh fam (matarumah parentah) Tahapary.
Namun akibat dari kepetingan sejumlah oknum tertentu, sehingga ngeri adat tersebut terancam konflik sosial.
Hal ini kata mantan politisi PDI-P tersebut menyusul adanya Peraturan Negeri (Perneg) abal-abal yang dicetus tanpa kajian mendalam oleh sejumlah oknum.
Perneg yang mengatur perihal mata rumah atau tampuk kepemimpinan tidak sesuai dengan historis sejarah negeri tersebut.
Ferlly menjelaskan, Hak Mata Rumah Parentah yang dibahas dalam prodak Perneg hasil rembukan sejumlah oknum tersebut tidak secara rinci dijelaskan. Akibatnya, terjadi selisih faham ditengah masyarakat Akoon yang berpotensi tidak terjaminanya kenyamanan sosial.
“Ini sudah kami pastikan telah tercemari politik yang tidak sehat,” akuinya.
Mestinya kata dia, prodak Perneg yang dibahas itu merincikan mata rumah parentah mana yang berhak menduduki tampuk kepemimpinan di negeri adat tersebu.
“Memang disana kami lihat ada disebut marga Tahapari sebagai mata rumah parentah. Akan tetapi, Tahapary mana yang dimaksud,? ungkap Ferly.
Lanjut dikatakan, penyebaran marga Tahapary di Maluku cukup luas. Bukan saja ada di negeri Akoon melainkan juga ada di sejumlah negeri-negeri yang berdasar histornya berasal dari Akoon. Maka sudah terjadi percampuran yang cukup kental. Namun ada Tahapry asli yang punya hak atas mata rumah parentah itu sendiri.
“Untuk itu, mestinya prodak Perneg itu dijelaskan secara rinci Tahapry yang dimaksud itu dari mata rumah yang mana,” tegasnya.
Untuk diketahui, di negeri Akoon sendiri, ada lima marga Tahapry satu soa Samaputih. Marga mata rumah tersebut diantaranya, Tahaparypattyhari, Tahapary Usmani, Tahapary Pattimeseng, Tahapary Maramenadan Tahapary Soputta.
“Masalah dalam perneg ini tidak dijelaskan secara rinci berdasar fakta historisnya. Akibatnya setiap pergantian raja, selalu ada masalah,” ungkapnya.
Ferry menegaskan pemilihan raja yang digelar hari Selasa tanggal 28 Juli benar-benar cacat hukum. Karena bertolak belakang dengan historis sejarah yang sesungguhnya. Diendus adanya kepentingan politik pemerintahan yang cukup kuat menodai kesakralan mata rumah parentah yang sesungguhnya.
Menyusl kenyataan tersebut, Ferly dengan tegas akan menempuh jalur hukum untuk menggugat Perneg nomor 2 tahun 2013 tersebut.
Ia mengingatkan, para stacholder mulai dari Camat hingga ke pemerintah kabupaten untuk tidak mengakomodir hasil pemilihan yang syarat akan kepentingan politik yang digelar akhir bulan Juli lalu.
“Saya ingatkan untuk Camat hingga ke pemerintah kabupaten untuk tidak melanjutkan prosedur adminitrasi dari hasil pemilihan yang digelar kemarin. Karena kami akan menempuh jalur hukum untuk membenarkan kekeliruan selama ini,” tegasnya.
Ferly yang diketahui menjabat Ketua DPW Parta Demokrasi Rakyat Indonesia Sejahtera (PD RIS) Provinsi Maluku ini berniat membentuk tim hukum untuk mengadvokasi kekeliruan yang selama tahun 2013 telah berlangsung.
“Hari ini kata diam sudah cukup. Sudah cukup masyarakat dibenturkan hanya demi kepentingan oknum-oknum tidak bertanggung jawab dengan mengorbankan hak masyarakat adat. Aslinya akan kami dudukan. Keturunan Tahapary yang dimaksud itu, Tahaparya yang mana. Agar kelak, tidak lagi ada masalah,” pungkasnya.*** CNI-02