Piru, CakraNEWS.ID– MASYARAKAT Translok Mata Empat di kecamatan Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat menegaskan posisi mereka bukan bagian dari petuanan negeri Eti. Terlebih soal tanah yang dimiliki warga bukan diberikan orang Eti secara langsung melainkan diberikan pemerintah saat itu.
Hal itu ditegaskan tokoh masyarakat wilayah setempat, Jhon Gingsel dan Edy Nikijuluw, Rabu kemarin (15/12/2021).
Kepada wartawan Media ini di Translok Mata Empat Jhon mendesak pemerintah daerah kabupaten SBB untuk memekarkan Eti Mata Empat menjadi desa yang terpisah dari Desa Desa Eti.
Bukan tidak berdasar pernyataan kontroversial yang dikemukan mantan pemimpin di wilayah Translok itu. Pasalnya jika me-revieuw “Kilas Balik Sejarah Negeri Translok”, pada awalnya dari masyarakat Desa Ulat dan Desa Ouw Kecamatan Saparua.
Jhon menuturkan, berawal dari perselisihan hingga berujung pertumpahan darah pada tahun 1974 – 1975 mengakibatkan korban jiwa bahkan harta benda. Persoalan kedua desa itu mematik simpatik Prof. Dr. GA. Siwabessy pada saat itu menjabat Menteri Kesehatan.
“Disela-sela kunjungan ke Maluku, Menteri orang Maluku langsung ke Saparua untuk mendududkan persoalan serta mencari solusi,” cerita Jhon.
Lanjut diceritakam, dari situlah sang menteri berinisiatif untuk mengadakan Transmigrasi Lokal Yaitu Desa Ulat transmigrasi lokal ke Kecamatan Piru di petuanan Desa Eti dengan jumlah 50 KK 250 jiwa yang dipromotori oleh Jacob B Nikijuluw, Mantan Kepala Dusun Translok Mata Empat ( almarhum) beserta Pemerintah Negeri Ulat.
Proses keberangkatan dari Negeri Ullath kecamatan Saparua pada tanggal 27 Agustus 1976. Tiba di pantai Desa Eti Kecamatan Piru di sambut penjabat Desa Eti Fery Tuhuteru seluruh Tokoh Adat dan Masyarakat Eti, dan juga Camat Piru pada saat itu Ambo Latuihamalo.
Enam bulan kemudian menyusul trasmigrasi gelombang ke-II, 50 KK 250 jiwa di tempatkan di Desa Eti lagi. Jumlah transmigrasi lokal dari Desa Ullath 100 KK yang berdiam di Desa Eti samapai saat ini.
“Semua yang masuk wilayh ini sudah memiliki hak atas tanah pembagian dari pemerintah Provinsi Maluku. Masing masing memiliki luas lahan kintal gelombang I seluas 25 x 50, Gelombang kedua seluas 20 x 40 dan telah mengantongi sertifikat ditambah Lahan perkebunan masing masing kepala Keuarga sebesar 2 H.
“Semua yang ada disiapkan oleh pemerintah bukan pemberian dari Desa Eti,” ucap Jhon.
Jhon Gingsel meminta, Pemerintah Daerah SBB, agar secepatnya wilayah Translok Mata Empat dijadikan Desa Definitif karna Lahan yang diberikan atas nama pemerintah untuk trans dari desa seberang. Bukan pemberian dari Desa Eti. Kalau pemberian lahan atau tempat rumah dari Desa Eti wajar Dusun translok menjadi Anak Dusun dari Desa Eti.
Ia menambahkan Masyarakat Dusun Translok sejak dari tahun 1976 samapi 1995 di bawah pemerintahan Kecamatan Seram Barat bukan di bawah pemerintahan Desa Eti. Pada tahun 1991, ada sebuah surat yang di layangkan dari pemeritah Desa Eti nomor 141.14 / 25 surat tidak berkeberatan Dusun Translok Menjadi Desa Difinitp , surat ini di keluarkan oleh Pejabat Desa Eti Hence Aurima pada tanggak 18 Maret 1991.
Ia mencontohkan Desa Waipirit, Desa Uraur Kecamatan Kairatu, Desa ini adalah Desa Transmigrasi Mandiri tidak sama dengan Dusun Translok. Transmigrasi yang didatangkan oleh Pemerintah, mengapa tidak bisa menjadi Desa Difinitip.
“Dilihat dari tata geogri Translok adalah pintuk Masuk kota kecamatan waktu itu dan ibukota kabupaten saat ini. Untuk itu Kami Masyarakat Translok Mata Empat mintakan dari Pemerintah Kab SBB agar secepatnya menjadikan Dusun Translok ini menjadi desa,” pungkasnya.*** CNI-03