Maluku,CakraNEWS.ID- Antisipasi adanya penyalahgunaan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di seluruh Indonesia, dengan adanya keterlibatakan dari Komisi Pemberantasan Korupsi, menyusul telah banyak kepala sekolah yang mendekam di dalam penjara akibat terlibat korupsi dana yang dikucurkan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendidikan Nasional tersebut.
Olehnya itu untuk mendukung tugas pemberantasan korupsi di bidang pendidikan, KPK begitu berharap akan partisipasi masyarakat terkait penyalahgunaan dan penyelewengan dana BOS secara swakelola di seluruh sekolah-sekolah penerima.
KPK juga diharapkan dapat mengintervensi kasus-kasus penyimpangan dan korupsi dana BOS yang marak terjadi di daerah-daerah. Pengelolaan dana BOS harus dikucurkan langsung ke sekolah sesuai petunjuk teknis (Juknis) dana BOS. Kepala daerah dilarang mencampuri urusan dana BOS karena hal itu merupakan kewenangan dinas pendidikan selaku instansi teknis terkait di bawah Kementerian Pendidikan Nasional.
Namun, ironisnya, ada sejumlah kabupaten dan kota di wilayah Maluku yang terindikasi kepala daerahnya diduga ikut mengintervensi kewenangan dinas pendidikan dalam pengelolaan dana BOS. Alhasil pengelolaan dana BOS secara swakelola yang sesuai juknis dana BOS harus dilaksanakan pihak sekolah akhirnya diserahkan ke pihak ketiga atau rekanan yang kemudian diakhiri dengan penyerahan fee kepada kepala daerah melalui rekanan-rekanan tertentu.
Juga sesuai juknis, pengelolaan dana BOS harus dilakukan kepsek dengan melibatkan Dewan Pendidikan (DP) dan Komite Sekolah (KS) agar terwujud aspek keterbukaan atau transparansi dalam penggunaan dana BOS.
“Kepala daerah sangat dilarang mencampuri urusan pengelolaan dana BOS,sebab itu merupakan kewenangan langsung dinas pendidikan yang dananya dikucurkan langsung ke sekolah-sekolah. Para penerima dana BOS juga harus sesuai juknis dan data yang sebelumnya telah direkapitulasi dinas pendidikan setempat,’’ tegas pemerhati pendidikan Maluku Herman Siamiloy kepada pers di Ambon, Selasa (18/6/2019).
Herman mengajak masyarakat untuk melaporkan ke aparat penegak hukum jika pengelolaan dana BOS di kabupaten dan kota tidak dilakukan pihak sekolah, akan tetapi dikelola melalui rekanan-rekanan yang ditunjuk kepala daerah.
“Sangat fatal jika dana BOS swakelola dikelola rekanan. Ingat loh, saat ini pengelolaan dana BOS dalam pantauan rutin KPK dan pegiat anti korupsi di seluruh Tanah Air. Karena itu, jika ada kepala daerah yang mengintervensi pengelolaan dana BOS dan dana BOS dikelola rekanan, laporkan saja ke KPK atau ke lembaga-lembaga penegak hukum lainnya,’’ seru mantan kepala Tata Usaha Kopertis Wilayah XII Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat itu.
Herman mengingatkan para kepsek dalam pengelolaan dana BOS senantiasa melibatkan DP dan KS agar pengelolaan dana BOS dapat dipertanggungjawabkan dengan baik dan berdampak positif bagi peningkatan mutu pendidikan di daerah.
“Selama ini ada sejumlah sekolah di Maluku, seperti di Ambon, Maluku Tengah, Maluku Barat Daya, Buru Selatan, Seram Bagian Barat, Seram dan Bagian Timur, yang pengelolaan dana BOS dilakukan sendiri kepsek tanpa melibatkan DP dan KS. Semua urusan hanya dilakukan kepsek dan bendahara sekolah. Sangat jelas hal ini menyalahi juknis dana BOS dan merupakan pelanggaran aturan penggunaan dana BOS,’’ ungkap pegiat anti korupsi Maluku ini.
Sementara itu para Pegiat anti korupsi di Tanah Air mencatat banyak cara dilakukan pihak-pihak tertentu untuk mengakali anggaran pendidikan, khususnya dana BOS yang mengalir ke sekolah-sekolah penerima program BOS. Modusnya, antara lain, kepsek diminta menyetor sejumlah uang tertentu kepada pengelola dana BOS di Diknas dengan dalih mempercepat proses pencairan dana BOS (kasus di hampir semua daerah.
Kepsek menyetor sejumlah uang tertentu kepada oknum-oknum pejabat Diknas dengan dalih untuk uang administrasi), para kepsek menghimpun dana BOS untuk menyuap pegawai BPKP, pengelolaan dana BOS tidak sesuai dengan Juknis, dan sekolah memandulkan peran KS dan Dewan Pendidikan dengan tujuan mempermudah ‘mengolah sendiri dana BOS’.
Modus lainnya, sekolah sengaja tidak membentuk KS, dana BOS hanya dikelola oleh kepsek dan bendahara, pihak sekolah menarik sumbangan kepada para orangtua siswa dengan dalih dana operasional sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan masih kurang.
Akibatnya dana BOS sengaja dikelola secara tidak transparan, pihak sekolah (kepsek) hampir selalu berdalih bahwa dana BOS kurang, Penyusunan RAPBS yang bermasalah (sering dimark-up/mark-up jumlah siswa), Kepsek membuat laporan palsu, pembelian alat/prasarana sekolah dengan kuitansi palsu/pengadaan alat fiktif, dan Kepsek memakai dana BOS untuk kepentingan pribadi.
Solusi yang bisa ditawarkan pada masa mendatang, lanjut Herman, yakni perlu ada audit independen terhadap laporan pemakaian dana BOS, perlu pengawasan dari DPRD karena meskipun dana bersumber dari pemerintah pusat, akan tetapi mekanisme penganggaran tetap melalui APBD, adanya peningkatan peran orangtua siswa (anggota KS) untuk terlibat mengawasi dana BOS, perlu adanya intervensi KPK dengan mengambil alih semua kasus BOS.
“Perlu adanya penghargaan bagi sekolah yang mengelola BOS dengan baik dan hukuman bagi kepala sekolah yang menyelewengkan dana BOS,’’ pungkas Herman. (CNI/ROS)