Maluku,CakraNEWS.ID- Masalah batas-batas sengketa lahan, yang sering menjadi penyebab utama konflik sosial antar masyarakat di Maluku, mendapat atensi dan asistensi dari Pemerintah Pusat.
Olehnya itu untuk menyelesaikan batas-batas sengketa lahan,yang terjadi di Maluku, Pemerintah Pusat memberikan arahan kepada Pemerintah Daerah, baik kabupaten maupun provinsi sesuai peraturan dalam negeri nomor 45 Tahun 2016 tentang pedoman penetapan tapal batas desa.
“ Konflik persoalan lahan baru saja berakhir di Pulau Haruku. Kejadian ini mendapat atensi dan asistensi dari Pemerintah Pusat, karena persoalan tersebut merupakan masalah-masalah berulang sejak puluhan tahun lalu yang tidak bisa diselesaikan dengan baik. Karena belum diselesaikan sehingga menimbulkan perselisihan yang gampang terjadi dan setiap saat bisa akan terjadi,” ungkap Kapolda Maluku, Irjen Pol, Loytharia Latif, saat menghadiri silatuhrami dan tatap muka bersama para Raja-raja se-Maluku bertempat di gedung Majelis Latupati Provinsi Maluku, Kota Ambon, Jumat (18/2/2022).
Jenderal bintang dua itu menyampaikan, berdasarkan mapping yang dilakukan bersama pemerintah provinsi Maluku, terdapat 52 titik rawan konflik akibat permasalahan batas-batas sengketa lahan.
“Batas-batas tanah yang bermasalah ini tersebar di kabupaten/kota, dan permasalahan ini seringkali muncul berulang sehingga timbul perselisihan antar masyarakat yang menyebabkan kerugian baik materi bahkan sampai korban jiwa,” sesalnya.
Kapolda mengatakan, pedoman penetapan tapal batas, sebagaimana petunjuk dari Pemerintah Pusat, yang tertuangan dalam peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 45 Tahun 2016, tetap dengan melibatkan kearifan lokal, para tokoh, Raja-raja dan sebagainya untuk menetapkan penetapan batas desa yang bersifat umum.
“Persoalan sengketa lahan bisa diselesaikan dengan jalan musyawarah. Bila musyawarah tidak berhasil, maka Bupati dapat menetapkan. Jika tidak dapat diterima lagi, maka bisa menempuh jalur hukum positif atau melalui jalur peradilan.Ini penting dilakukan agar ada kepastian hukum bagi kita sekalian untuk menyelesaikannya. Yang sifat-sifatnya sudah umum itu yang dipatuhi bersama dan yang masih bersifat sengketa itu yang perlu diselesaikan dengan baik dengan semangat yang damai,” ujar Kapolda.
Olehnya itu, Kapolda mengaku salah satu cara bisa dilakukan untuk mewaspadai dan mencegah konflik adalah dengan membangun kesadaran saling memiliki.
“Membangun sikap saling percaya, menghormati dan saling mematuhi dengan tetap menjaga persatuan sebagai satu bangsa, tanah air, satu bahasa,” katanya.
Ia juga mengakui Maluku adalah masyarakat yang majemuk, terdiri dari berbagai suku, agama dan adat istiadat. Keberagaman di sini merupakan kekayaan budaya bangsa yang sangat berharga dan menjadi kebanggaan bersama.
“Namun sebaliknya bila kemajemukan ini dikelola dengan cara yang tidak benar, memandang dari sudut perbedaan, maka pasti akan menimbulkan konflik sosial di antara kita sesama, sehingga menimbulkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut, dendam dan benci, bahkan menimbulkan kerugian baik harta benda sampai korban jiwa,” Ujarnya.*CNI-01