CakraNEWS.ID– Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi yang diprakasai oleh seorang Mahasiswa semester satu pada waktu itu Lafran Pane namanya beserta beberapa mahasiswa mendirikan organisasi mahasiswa yang bernafaskan Islam. Dalam perjalanan panjangan serta dihidupakan dengan berbagai macam tanggapan dan dealektika maka lahirlah organisasi yang bernama Himpunan Mahasiswa Islam. Di awal berdirinya HMI bertujuan “Mempertahankan Negera Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia, Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam”.
HMI, organisasi mahasiswa tertua di Indonesia lahir di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H yang bertepatan pada tanggal 5 Februari 1947, yang tahun ini genap usianya 74 tahun. Kelahiran HMI hanya selisih dua tahun dari hari kemerdekaan bangsa Indonesia, yang ini menunjukkan bahwa HMI sebagai organisasi tidak perlu lagi dipertanyakan tentang komitmen kebangsaan dan juga tidak perlu di ragukan sebagai organisasi mahasiswa yang bebasis keIslaman, sebab kelahiran HMI merupakan wujud nyata untuk meneguhkan keIslaman serta kebangsaan.
Dapat kita baca dan fahami bahwa pada waktu itu, seorang Lafran Pane gelisah dan khawatir terhadap keadaan kebangsaan bukan saja Indonesia sebagai bangsa tetapi juga masyarakatnya. Di lain sisi beliu juga melihat adanya kemuduran dalam pemikiran serta tindak umat Islam dalam menjalankam ajaran Islam. Pemikiran yang mencerakan serta tindakan konkrit dari seorang anak muda yang menyadarkan serta melahirkan aksi berani untuk menjawab tantangan dan situasi zaman pada waktu itu. Apa yang dilakukan oleh Lafran Pane harus dijaga, ditetapkan dan dikembangkan oleh kader-kader HMI dari generasi-kegenerasi, sehingga komitmen keumatan dan kebangsaan tetap terjaga sebagai misi utama dari gerakan HMI.
Perjalanan panjang HMI dengan usia 74 tahun telah melapaui banyak prestasi keIslaman dan kebangsaan, ini menjadi sebuah catatan yang akan terus berkembang, bersejarah dan menjadi kebanggaan bagi seluruh kader bahkan rakayat Indonesia. Dengan memainkan peran sebagai organisasi ke-Islaman, kemahasiswaan dan ke-Indonesia, HMI telah memerankan dirinya sebagai organisasi yang selalu mengisi hiruk pikuk persoalan-pesoalan bangsa baik itu secara historis, ideologis maupun structural. Hal inilah yang menjadikan kader HMI diterima diberbagai macam wadah, memberikan warna dan bahkan mampu menentukan arah perjuangan dan kesusksesan wadah tersebut walaupun ada beberapa kader HMI mengorbankan nilai keIslaman dan kebangsaan demi kepentingan wadah tersebut.
Sebagai catatan, dari HMI lahir kader yang menjadi tokoh bangsa Indonesia dalam berbagai bidang baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budayawan, politik, sejarawan dan tokoh bangsa lainnya. Sebut saja Nurcholis Madjid (Cak Nun), Jusuf Kalla, Azyumardi Azra, Komarudin Hidayat, Akbar Tanjung, Kuntowijoyo, Taufik Ismail, Amien Rais, Syafii Ma’arif, Yusril Ihza Mahendra, Jimly Ashiddiqie, Anas Urbaningrum, Anies Baswedan, Mahfud MD dan lain masih banyak lagi tokoh lainnya dengan catatan dan dinamika lain-lain. Tapi yang harus juga dipertanyakan dengan melahirkan kader yang berkiprah dalam berbagai bidang, apakah kader HMI masih teguh dalam komitmen pada nilai-nilai keIslaman dan kebangsaan. Saya kira ini harus menjadi refleksi seluruh kader HMI agar jati diri dan identitas himpunan tetap terjaga dan terawat dengan baik.
Dengan Usia 74 tahun, HMI yang sebenarnya memiliki kontruksi yang kuat dalam pembentukan pemikiran keIslaman dan kebangsaan bagi kadernya. Hal ini didasarkan pada Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) yang menjadi konsumsi utama untuk seluruh calon kader HMI dan sudah semestinya mampu menabuh perubahan yang membangkitkan kultur akademik, kultur gerakan serta kultur intelektual dalam menjawab dan menyelesaikan berbagai macam persoalan yang merundung bangsa Indonesia saat ini. HMI dan kadernya hari ini harus membuka diri untuk membuat dan membangun ruang-ruang otokritik yang terbebas dari kepentingan politik sesaat serta melahirkan mimbar-mimbar akademik guna melahirkan ide dan gagasan yang sejak dahulu menjadi jati diri, identitas gerak himpunan dalam memberikan inovasi dalam pemikiran, menjadi solusi serta menyadarkan tentang permasalahan agama dan bangsa hari ini.
HMI, sebagai organisasi penkaderan yang memiliki tujuan “terbinanya insan akademis, pensil pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”. Artinya bahwa HMI melakukan penkaderan untuk melahirkan kaum-kaum intelektual muslim yang memiliki sifat mandiri serta mampu bersikap kritis, berani bersikap untuk kemaslahatan, berfikir obyektif dan rasional, serta mampu berperan aktif dalam mewujudkan Islam dan Bangsa ini lebih baik di masa sekarang dan akan datang. Hal ini jauh dari realitan peran-peran kader HMI hari ini cendrung bergeser, nilai kritis dalam pemikiran dan keberaniaan dalam kajian serta pembelaan terhadap ketidakadilan seolah telah luntur bahkan hilang karena ketakutan dan manuver dari kader HMI lainnya. Nilai-Nilai Dasar Perjuangan HMI yang harus dimiliki kader hilang tak terlihat, kalah dengan kepentingan dan kekuasaan. Jika ini bener terjadi, apakah masih dibutuhkan kader HMI?
Akhirnya, selamat Milad HMI ke 74. YAKUSA yang saya kenal telah menjadikan langkah dan gerak perjuangan kader HMI tidak pernah lengkang dimakan masa dan zaman, bahkan terus tumbuh dan berkembang dengan harapan memberikan warna pencerahan dan penyadaran terhadap apa-apa yang terjadi di dalam Islam dan bangsa Indonesia. Selamat Milad, tulisan ini merupakan bentuk kegelisahan dari seorang yang bukan kader HMI, tapi dekat dengan kader HMI. Selama hampir 2 tahun penulis merasakan atsmosfir penkaderan informal di salah satu sekertariat komisariat HMI ketika penulis kuliah di UIN (IAIN) Raden Intan Lampung. Semoga Milad ke 74 HMI segera berbenah meluruskan kembali shaf-shaf gerakan himpunan agar sesuai dengan harapan di awal kelahirannya, hal ini harus menjadi pemikiran serius dari tokoh dan kader HMI agar kader HMI tetap di butuhkan oleh umat dan bangsa ini. *** (/Rls)
Hasbullah | Dosen Universitas Muhammadiyah