Maluku,CakraNEWS.ID- Pertanyaan-pertanyaan kristis, terkait penanganan masalah pidana korupsi dana hiba Pilkada di Kabupaten Kepulauan Aru, serta penanganan jatuhnya kontainer yang berisi bahan beracun dan berbahaya (B3) dan tambang emas di Gunung Botak, Kabupaten Buru, di sampaikan Cipayung Plus, yang ada di wilayah Maluku, saat bertemu dengan Kepala Kepolisian Daerah Maluku.
Kehadiran pimpinan Cipayung Plus yang di hadiri oleh M. Saleh Ohorella, Ketua PKC PMII Maluku, Amin Fidmatan, Ketua KAMMI Wilayah Maluku, Albertus Y.R. Pormes, Ketua GMNI, Donatus Jamlean, Kordinator GMKI Wilayah XI Maluku, dan pengurus masing-masing, di terima langsung oleh Kapolda Maluku, Irjen Pol, Lotharia Latif, yang di damping Wakapolda Maluku Brigjen Pol Stephen M. Napiun, Direktur Intelkam, Direktur Krimsus, Direktur Binmas dan Kabid Humas Polda Maluku, Selasa (4/4/2023).
Menyikapi pertanyaan dan para pimpinan Cipayung Plus tersebut, Kapolda Maluku, Lotharia Latif, pertama-tama mengatakan, kemitraan yang terjalin antara organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan dengan Polri bukan saja di daerah namun juga pada tingkat pusat. Salah satunya dengan oragnisasi Cipayung Plus.
“Pada kegiatan yang padat dan banyak ini saya menyempatkan waktu untuk teman-teman, semoga pertemuan ini merupakan awal yang baik untuk ke depan,” harap Kapolda.
Kapolda menjelaskan, kasus korupsi yang melibatkan 5 komisioner KPU, dan Sekretaris KPU Kepulauan Aru, diproses oleh Polres Kepulauan Aru setelah menerima laporan dari masyarakat sejak tahun 2020.
Atas laporan tersebut, Pores Aru kemudian melalukan proses penyelidikan dan ditemukan adanya dugaan pelanggaran hukum yang mengakibatkan kerugian negara. Dari temuan itu kemudian kasus itu ditingkatkan ke tahapan penyidikan pada tahun 2021.
Setelah naik status ke penyidikan, Polres Aru kemudian mengirim surat kepada BPK RI pada tanggal 6 Juni 2021. Surat dikirim ke BPK untuk meminta dilakukan audit Perhitungan Kerugian Negara (PKN).
“BPK RI baru menyelesaikan audit dengan memakan waktu sampai 2 tahun dengan hasil terdapat kerugian negara pada kasus tersebut. Surat dari BPK terkait hasil PKN baru diterima Polres Aru pada awal Maret 2023,” ungkap Kapolda.
Berdasarkan hasil audit PKN tersebut, Polres Aru kemudian menetapkan lima orang komisioner dan sekretaris KPU Kepulauan Aru sebagai tersangka.
“Jadi intinya adalah kasus tersebut merupakan kasus yang sudah lama. Lamanya kasus tersebut karena Polres Aru menunggu hasil PKN dari BPK RI yang memakan waktu sampai 2 tahun” jelasnya.
Kemudian terkait dengan belum dilakukan penangkapan dan penahanan terhadap para tersangka, Kapolda mengaku disebabkan atas beberapa pertimbangan. Bahwa saat ini proses pentahapan Pemilu sementara berjalan, sehingga apabila para tersangka langsung ditahan maka dipastikan pentahapan Pemilu di Kabupaten Aru, akan terganggu.
“Polda Maluku juga sudah mengundang Komisoner KPU Provinsi Maluku untuk berkoordinasi terkait masalah ini pada hari Jumat (24/3/2023) lalu,” katanya.
Dari hasil koordinasi tersebut, Kapolda mengaku KPU Provinsi Maluku mengaku bahwa untuk pergantian seorang anggota KPU yang diduga melanggar hukum harus sesuai dengan UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan PKPU no 8 tahun 2019 tentang Tata Cara Kerja KPU.
“Dan itu dipastikan akan memakan waktu yang cukup lama, di sisi lain pentahapan Pemilu di Aru harus tetap berjalan,” jelasnya.
Terkait dengan aturan tersebut, Kapolda dan Ketua KPU Provinsi Maluku kemudian bersepakat untuk masalah ini segera dilaporkan kepada KPU Pusat dan Bareskrim Polri.
“Persoalan itu sudah dilaporkan kepada KPU Pusat dan Bareskrim Polri untuk dicari jalan keluarnya. Apapun hasilnya Polda Maluku akan menjalankan Keputusan tersebut,” sebutnya.
Sementara terkait penanganan persoalan jatuhnya kontainer yang berisi B3 di pelabuhan Namlea, Kabupaten Buru, Kapolda mengaku pihaknya juga melibatkan instansi terkait.
Ia mengaku telah memerintahkan Polres Pulau Buru agar terus melakukan penegakan hukum. Tindak tegas para pelaku baik perorangan maupun instansi yang bertanggung jawab atas proses pengiriman kontainer dan pengangkutan.
“Saya sudah memerintahkan untuk menindak tegas para pelaku baik perorangan maupun instansi yang bertanggung jawab atas proses pengiriman kontainer dan pengangkutan yang sepertinya dikaburkan sejak awal pengiriman oleh pihak-pihak tertentu,” ungkapnya.
Terkait aktivitas pertambangan di Gunung Botak, Kapolda mengaku persoalan tersebut sudah terjadi sejak tahun 2012. Justru saat ini Polda Maluku gencar menindak para Penambang Emas Tanpa Ijin (PETI).
“Keterlibatan beberapa oknum aparat keamanan juga dari dulu terjadi, dan Polda Maluku terus menindak dan menghukum anggota yang terlibat,” katanya.
Bisnis pertambangan illegal memang menggiurkan karena memberikan keuntungan yang besar. Sehingga para PETI tidak memikirkan dampaknya yang akan dirasakan masyarakat.
“Saya pernah menyampaikan bahwa ada sejumlah oknum dan pihak-pihak yang selalu mencoba membujuk agar Kapolda memberikan ruang dan peluang untuk diajak kerjasama membekingi tambang illegal,” ungkapnya.
Persoalan di Gunung Botak sangat kompleks. Di sana bukan hanya ada persoalan hukum, namun juga menyangkut legalitas dan berbagai permasalahan sosial yang bukan tugas Polri.
Kapolda kembali menegaskan, selama belum ada ijin resmi dari Pemerintah, maka segala bentuk apapun kegiatan di Gunung Botak adalah illegal dan melanggar hukum.
“Dampaknya seringkali Kapolda dan Polda Maluku kemudian dijadikan sasaran kebencian kelompok-kelompok tertentu, dan melancarkan tuduhan kalau Kapolda tidak bekerja, Kapolda yang paling tanggung jawab tentang tambang liar di Gunung Botak, serta dilaporkan ke Mabes Polri untuk dicopot dan sebagainya,” tegasnya.
Kapolda menghimbau agar semua komponen masyarakat dapat menjaga situasi dan kondisi kamtibmas yang kondusif. “Mari kita menjaga kedamaian permanen di Maluku, meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang baik sehingga tidak menerima informasi yang tidak utuh untuk mewujudkan Maluku yang aman, damai dan sejahtera,” pungkasnya. *CNI-01