“Sebab penyelenggaraan pemerintahan daerah itu berbeda secara tajam dengan penyelenggaraan pelayanan publik, tegas Leppuy.
Ambon, CakraNEWS.ID– Pada tanggal 8 Juni 2023, melalui salah satu kanal media mainstream, publik Maluku dikejutkan dengan pernyataan Hasan Slamet, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Maluku yang secara frontal mengimbau agar warga Maluku tak pilih Gubernur yang malas ke kantor.
Pernyataan yang disampaikan dalam kegiatan Baku Dapa Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng dengan tema Menyoroti Dinamika Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik di Maluku, pada Rabu (7/6/2023) ini sontak menimbulkan polemik di masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Collin Leppuy, Direktur Eksekutif Moluccas Development Studies Center (MDSC) angkat bicara.
Menurutnya pernyataan Kepala Ombudsman Maluku tersebut adalah sebuah dagelan provokasi politik sistematis bahkan kebablasan fatal yang bukan merupakan bagian dari kewenangan Ombudsman. Kewenangan Ombudsman sesuai Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2008 adalah mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik bukan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan, sehingga pernyataannya tersebut adalah tindakan provokasi politik yang sangat berbahaya sebab berpotensi menciptakan polarisasi politik di masyarakat jelang tahun politik 2024 nanti.
“Menurut saya, pernyataan saudara Hasan Slamet selaku Kepala Ombudsman RI Perwakilan Maluku adalah sebuah dagelan provokasi politik sistematis yang sangat berbahaya,” ungkap Leppuy.
Dijelaskan, hal itu berpotensi menciptakan polarisasi politik di masyarakat menjelang tahun politik 2024 nanti. Dan sangat disayangkan beliau menggiring Perwakilan Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng dalam pernyataan provokatif tersebut apabila ditinjau dari konteks kegiatannya.
Pernyataannya Hasan Slamer tersebut juga adalah sebuah kebablasan fatal yang bukan bagian dari kewenangannya selaku Kepala Ombudsman RI Perwakilan Maluku. Jika merujuk dari Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, jelas bahwa kewenangan Ombudsman adalah mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik bukan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga urusan seorang Kepala Daerah masuk kantor dan tidak itu adalah urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah bukan urusan penyelenggaraan pelayanan publik.
“Sebab penyelenggaraan pemerintahan daerah itu berbeda secara tajam dengan penyelenggaraan pelayanan publik”. Tegas Leppuy.
Ia menambahkan, dasar hukum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah sementara dasar hukum dari penyelenggaraan pelayanan publik adalah UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Disitulah letak perbedaannya.
Dan apabila seorang Kepala Daerah tidak masuk kantor sekalipun bukan berarti pelayanan publik tidak berjalan maksimal, sebab mesin birokrasi pasti bekerja dalam melakukan pelayanan publik.
Jadi jelas bahwa pernyataan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Maluku sudah bertolak belakang dengan dasar hukum yang menjadi pijakan tugas dan wewenang Ombudsman sehingga saya berani katakan bahwa saudara Hasan Slamet selaku Kepala Ombudsman RI Perwakilan Maluku tidak memahami apa itu urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah, apa itu urusan penyelenggaraan pelayanan publik dan apa saja tugas dan wewenang Ombudsman. Saya sarankan beliau baca kembali ketiga UU yang saya sebutkan itu”, tandasnya.
Lebih lanjut Leppuy menambahkan, saat ini kita hidup di era disrupsi dimana kemajuan teknologi dan arus informasi yang begitu cepat menuntut Pemerintah di semua level dapat berinovasi dalam menyelenggarakan pemerintahan sehingga keberhasilan pembangunan dan pelayanan publik di daerah itu bukan saja diukur dari seberapa banyak seorang kepala daerah masuk kantor.
Tapi seberapa banyak jejaring sang kepala daerah di pusat-pusat pengambilan keputusan yang dapat dimaksimalkan untuk kepentingan pembangunan daerah dan pelayanan publik itu sendiri. Apalagi posisi kepala daerah seperti Gubernur adalah jabatan politik.
Pentolan FISIP UKIM itu menegaskan, adalah normal saja bila Kepala Ombudsman Perwakilan Maluku menyoroti pelayanan publik di Maluku dengan menyebutkan indikator ukurnya secara rasional dan berangkat dari hasil riset kelembagaan Ombudsman tetapi jika sudah memberi himbauan kepada masyarakat untuk tak pilih Gubernur yang malas masuk kantor, maka itu merupakan pernyataan politik provokatif yang sangat tidak populis dan berbahaya.
Apalagi lanjut Leppuy, semua tahu sendiri bahwa pada tanggal 8 Juni saudara Hasan Slamet mengeluarkan pernyataan seperti itu, tanggal 10 Juni (Hari ini) pak Gubernur Murad Ismail mendapat penghargaan dari Bapak Presiden RI karena keberhasilannya di bidang pertanian.
Artinya penghargaan ini justru menampar sendiri wajah saudara Kepala Ombudsman RI Perwakilan Maluku yang mengatakan bahwa “jangan pilih Gubernur yang malas masuk kantor karena pasti pelayanan publiknya tidak maksimal. Keberhasilan pak Gubernur di sektor pertanian adalah bagian dari keberhasilan pelayanan publik, terutama para petani,” terangnya.
“Jadi tupoksi Ombudsman adalah mengawasi pelayanan publik bukan mengawasi pemerintahan, apalagi memprovokasi masyarakat. Untuk itu saya berharap saudara Hasan Slamet selaku Kepala Ombudsman RI Perwakilan Maluku menarik kembali pernyataannya tersebut dan meminta maaf kepada masyarakat Maluku karena sudah menimbulkan kekisruhan,” tutupnya.